Putri Cangkuang Membolos

By Sylvana Toemon, Senin, 9 April 2018 | 13:00 WIB
Putri Cangkuang membolos (Sylvana Toemon)

Sesampai di kamar Raja dan Ratu, Putri Cangkuang memeriksa keadaan mereka yang terbaring tidak sadarkan diri. Putri Cangkuang lalu tercenung. Lama sekali. Sementara itu, di luar kamar Raja dan Ratu, korban penyakit aneh itu semakin bertambah. Putri Cangkuang berlari keluar dan memeriksa orang-orang yang sakit itu. Lalu ia kembali terdiam.

“Aku… aku tidak tahu…” ucap Putri Cangkuang pelan.

“Apa maksudmu, Putri?” tanya Bibi Dayang cemas.

“Aku tidak tahu cara mengobati mereka. Aku tidak bisa! Aku tidak tahu ramuannya. Aku… aku…” Mata Putri Cangkuang bersinar ketakutan. Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba dari langit yang hijau aneh itu turun sesosok putih.

“Kamu tidak pernah belajar. Tentu saja kamu tidak tahu ramuannya. Kamu putri mereka, tetapi kamu tidak bisa menolong mereka!” ucap sosok putih itu tenang.

“Maaf, maafkan saya!” seru Putri Cangkuang.

Namun, sosok putih itu tidak bersedia memaafkan Putri Cangkuang. Ia bersedia menyelamatkan Raja dan Ratu serta mengobati orang-orang yang sakit. Tetapi, ia lalu mengubah Putri Cangkuang menjadi pohon cangkuang. Ya, untuk menebus kesalahannya, Putri Cangkuang berubah menjadi pohon cangkuang yang banyak manfaatnya.

“Serrrr…” angin dingin berhembus di sela-sela daun pohon cangkuang. Milaka seperti membeku. Pemandangan di depannya kembali menjadi candi cangkuang, danaunya, dan pohon-pohon cangkuang.

“Milaka, yuk, kita pulang. Sebentar lagi hujan turun,” ajak Tante Sherry. Milaka mengangguk dan berjalan mengikuti Tante Sherry menaiki getek untuk menyeberangi danau.

“Jangan sia-siakan apa yang kamu miliki, Milaka. Belajarlah yang rajin,” bisikan di antara dedauan pohon cangkuang itu seperti bergema di dalam hati Milaka.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Pradikha Bestari.