Misteri Seorang Kakek

By Sylvana Toemon, Sabtu, 21 April 2018 | 13:00 WIB
Misteri Seorang Kakek (Sylvana Toemon)

Tiba-tiba Rado mendengar suara deheman kecil di sudut kamar kecil. Dan, saat Rado menoleh ke sudut itu, tampak sesosok samar kakek berbaju hitam melotot ke arahnya. Wuaaaahhh… untung saat itu pintu kamar kecil bisa terbuka. Rado langsung berlari keluar.

Aku dan Rado berpandangan dengan ketakutan. Siapakah kakek-kakek itu?

“Wah ceritanya menarik sekali, Pak. Jadi, sampai sekarang penduduk masih memuja Kakek Suryakencana, ya?” Ucapan ‘kakek’ dari mulut Lisa di meja sebelah seketika membuat aku dan Rado tertarik.

“Kakek siapa, Lis?” tanya Rado langsung.

“Kakek Suryakencana, Rado,” sahut Pak Hidayat, guru sejarah, yang sedang mengobrol dengan Lisa.

“Siapa dia?” tanyaku lagi.

“Kakek Suryakencana itu orang sakti. Kabarnya dulu dia itu putra pendiri Cianjur. Ia dulu berkuasa di daerah Bogor, Cianjur, Gunung Gede, seluruh tataran Sunda.

Konon beliaulah yang menjaga agar Gunung Gede tidak meletus. Untuk menghormatinya, orang Cina yang berdoa di klenteng membuat altar persembahan khusus untuknya. Tadi kita sudah ke sana, kan,” jelas Pak Hidayat.

“Iya, yang tadi ada kue bulan bertumpuk-tumpuk itu, lo. Ada jeruk dan klengkeng juga. Kayaknya enak-enak banget,” celoteh Lisa, tanpa sadar bahwa wajahku dan Rado memucat. Sepertinya kami mulai tahu apa yang sedang terjadi…

Tadi pagi sebelum kami pergi ke Istana Bogor, kami memang mampir dulu ke Klenteng Hok Tek Bio atau Wihara Dhanagun. Kami terpesona melihat altar persembahan yang dipenuhi makanan enak-enak. Lalu Rado mengajakku melihat kue bulan. Kue itu terlihat enak sekali. Kami tidak berani mengambil yang dari altar utama. Makanya kami lalu mengambil kue dari altar di ruangan di sebelah kiri ruangan utama. Altar yang menurut Lisa dan Pak Hidayat, altarnya Kakek Suryakencana.

“Do, jangan-jangan kakek-kakek melotot itu…” ucapku ragu-ragu.

“Kakek Suryakencana! Beliau marah karena kita ambil kue bulannya! Hiiiii…,” sambung Rado panik.