Naik Kereta Tebu Berhantu

By Sylvana Toemon, Selasa, 24 April 2018 | 13:00 WIB
Naik kereta tebu berhantu (Sylvana Toemon)

Sebelum Rei bisa menolak, tiba-tiba mereka sudah berada di atas salah satu gerbong kereta kuno itu.

Lieke berseru, “Ga, de heer!” Lalu kereta tua itu pun bergerak! Berjalan menyusuri rel. Rei menatap Lieke dengan heran.

“Aku tadi bilang, ‘Berangkat, Pak!’ dalam bahasa Belanda,” kata Lieke menjelaskan. “Wah, ternyata Lieke itu anak Belanda. Pantas berbeda,” ujar Rei di dalam hati.

Perjalanan naik kereta itu menyenangkan sekali. Rei dan Lieke tertawa-tawa sambil memandangi lika-liku kebun tebu. Bahkan saat mereka lapar, Lieke tinggal meneriakkan beberapa kata dalam bahasa Belanda dan voila! Datanglah beberapa potong roti isi dan minuman es jeruk.

“Rei!” seru suatu suara. Rei tersentak dan melihat ke sekelilingnya. Suaranya seperti suara Tante Tia. Namun, Rei mengacuhkan panggilan itu dan kembali asyik bermain halma dengan Lieke. “Rei!” suara itu terdengar lagi. Rei kembali celingukan.

“Kenapa?” tanya Lieke.

“Rasanya seperti ada suara tanteku,” jawab Rei acuh tak acuh.

“Oo…” Lieke lalu terdiam sesaat.

“Kamu gak menjawabnya?” tanya Lieke hati-hati.

“Ah, palingan aku cuma mau disuruh beresin kamar, bantu-bantu masak, atau apalah. Tante Tia suka nyuruh-nyuruh!” sahut Rei. Suara Tante Tia kembali terdengar.

“Tapi beresin kamar itu buat kamu juga. Kan, gak enak tidur di kamar berantakan. Terus masakan yang dibuat Tante Tia, kan, untuk kamu makan juga,” kata Lieke pelan.

Rei terdiam mendengarnya. Benar juga, sih. Hanya saja bermain lebih menyenangkan daripada menyahut panggilan Tante Tia dan beres-beres.