“Ari kenapa tidak jujur? Sebentar lagi kamu akan konser musik. Jika tidak latihan, bagaimana? Lagi pula kamu kemana sih?” kata Ibu dengan nada lebih tinggi.
“Maaf Bu… Ari… membantu teman,” jawab Ari.
“Yakin bantu teman? Bibi beberapa kali lihat kamu di dekat toko tua bersama pengamen. Dan sekarang Ari bilang menolong teman. Kok Ari susah sekali menurut Ibu?” kata Ibu lagi.
Ari tak punya pilihan lagi selain jujur. “Maafkan Ari ya Bu, maksud Ari membantu teman mengamen karena …”
“Ya ampun Ari! Kok bisa-bisanya kamu ngamen? Ibu bayar sekolah musik, kamu malah ngamen,” kata Ibu memotong jawaban Ari.
“Ini karena Ari merusak gitar Rudi Bu,” kata Ari sambil menunduk. “Rudi itu teman Ari yang Bibi dan Ibu kira preman,” tambah Ari.
Ibu hanya diam menunggu Ari melanjutkan.
“Ari ditolong Rudi menghadapi preman minggu lalu, sampai-sampai gitarnya Rusak karena dibanting preman. Ari berikan uang untuk ganti gitar, tetapi Rudi menolak. Akhirnya Ari mencari cara lain untuk berterima kasih Bu, makanya Ari bantu Rudi ngamen,” kata Ari.
Ibu hanya diam menatap Ari. Ibu terenyuh oleh cerita anaknya ini.
“Ari, maafkan Ibu ya. Ibu pikir kamu bolos untuk bermain-main dengan preman. Ternyata, Ari benar-benar tulus berterima kasih pada Rudi,” kata Ibu.
Ari mengangguk, tentu saja ia memaafkan Ibu dan mengerti kekhawatirannya.
“Maaf Ari tidak jujur yah Bu. Besok-besok, Ari akan katakan terus terang dan tidak bolos,” kata Ari. Ibu mengangguk dan tersenyum pada Ari.
“Besok Ari janji menemani Rudi membeli gitar, bolehkah Bu?” tanya Ari.
“Boleh, Ibu ikut ya. Kita belikan saja sebelumnya. Biar uang itu jadi tabungan Rudi. Ibu juga akan buatkan makanan untuk Rudi,”kata Ibu.
“Wah, benarkah Bu?” tanya Ari sambil melompat senang.
“Tentu saja benar!” jawab Ibu.
Ari sangat bahagia. Pertemuannya dengan Rudi tidak perlu sembunyi-sembunyi. Ia pun sudah jujur pada Ibu, bahkan Ibu mau membelikan gitar untuk Rudi.
Tamat
Teks dan Foto: Putri Puspita | Bobo.ID