Rindu Tangan Ibu

By Lila, Senin, 18 Desember 2017 | 07:20 WIB
Rani sayang Ibu. Foto: istockphoto.com/ve (Lila)

Tika menutup pintu pagar rumahnya dengan buru-buru. Ia sudah tak sabar ingin segera memberitahu ibunya nilai ulangan matematika yang dibagikan gurunya hari itu. Tika sangat bersemangat karena baru kali ini ia mendapatkan nilai 90, setelah belajar semalaman bersama ibu. Tepatnya, setelah Ibu bolak-balik menyuruhnya belajar mengerjakan soal latihan malam itu.

“Ibuuu…lihat, nih!” teriak Tika setelah masuk ke dalam rumah. Ia segera menghambur ke dapur, tempat Ibu biasa ia temukan saat ia pulang sekolah.

Tika tertegun tak menemukan ibunya di sana. Yang ada malah Mbak Par, tetangga belakang rumah yang biasa membantu Ibu kalau ada arisan atau pengajian di rumah.

Tanpa sempat bertanya, Tika segera lari ke kamar ibunya. Barangkali ibu sedang tidur, pikir Tika. Namun, Ibu tak ada di kamar. Penasaran, Tika berkeliling di dalam rumah, bahkan ke halaman belakang mencari ibunya. Biasanya Ibu senang duduk di teras belakang sambil membaca majalah, menunggunya pulang. Lagi-lagi, hasilnya nihil.

Tika kembali ke dapur. “Mbak Par, Ibu ke mana? Ke pasar, ya?” tanyanya. Mbak Par yang sedang mengiris wortel menoleh.

“Neng Tika sudah pulang rupanya,” ujar Mbak Par. Tika tak menjawab. Ia mengulang pertanyaannya.

“Lo, Neng Tika enggak tahu to? Ibu sakit, Neng. Tadi pagi waktu Ibu sedang menyapu halaman depan, tiba-tiba pingsan. Untung pas Bu RT lewat depan rumah, jadi Ibu bisa langsung ditolong. Ibu dibawa ke rumah sakit. Bapak juga sudah menyusul ke sana,” jelas Mbak Par panjang lebar.       

Tika kaget. Pantas saja Mbak Par ada di rumah, menggantikan Ibu memasak.

“Lalu, bagaimana kondisi Ibu sekarang? Ibu sakit apa? Kenapa tidak ada yang memberitahuku?” Tika kembali memberondong Mbak Par dengan pertanyaan.

“Tadi kata Bapak, Ibu sudah mendingan, tapi belum boleh pulang. Jadi, Ibu menginap di rumah sakit malam ini. Pesan Bapak, Neng Tika enggak usah kuatir. Ibu cuma kecapekan. Mungkin besok Ibu sudah boleh pulang,” ujar Mbak Par dengan logat Jawanya yang kental.

Tika syok. Terbayang di benaknya bagaimana nanti malam tak ada Ibu di rumah. Pasti sepi. Ia jadi teringat, ada PR Bahasa Inggris yang harus dikerjakan hari ini, karena besok dikumpulkan. Aduh, siapa yang akan membantu bikin PR? Sontak hati Tika galau.

Siang itu, Tika makan dengan lesu. Ayam goreng buatan Mbak Par yang biasanya ia santap dengan penuh semangat, kali itu hanya ia potong-potong dan ia pandangi dengan tatapan kosong. Rasanya malas mau melakukan apa pun.