Wangi aroma donat yang baru matang semerbak. Seisi rumah sudah tahu bahwa itu adalah donat yang dibuat Ibu.
“Waaah, aromanya enak sekali! Aku mau satu!” kata Rado.
“Eits! Nanti dulu yah Rado. Ini donat pesanan. Ibu akan hitung dulu. Kalau lebih, Rado boleh ambil,” jawab Ibu.
“Ayah juga mau dong Bu,” seru Ayah dari ruang tamu.
“Boleh, tapi kalau lebih ya,” jawab Ibu lagi.
“Rado boleh bantu hitung ya Bu?” tanya Rado.
“Boleh sekali! Ah, Rado memang anak rajin,” kata Ibu.
1…2…3…4……….
“Bu, jumlahnya ada 32 donat,” kata Rado.
“Waaah! Itu artinya kamu dan Ayah beruntung, bisa dapat masing-masing satu donat,” kata Ibu.
“Yaaaay! Tapi Ibu hitung lagi saja Bu untuk memastikan jumlahnya,” kata Rado.
Ibu percaya kok sama Rado!
Ibu pun memberikan dua donat, satu untuk Rado, dan satu untuk Ayah. Donat lainnya diletakkan ibu seperti biasa di dekat jendela agar cepat dingin untuk dikemas.
“Ibu tidak jadi mengemas donatnya?” tanya Ayah.
“Sebentar, Yah, karena tunggu dingin dulu. Ibu mau menyiram tanaman di halaman depan rumah dulu,” jawab Ibu pada Ayah.
Ibu pun pergi sebentar ke halaman depan. Ayah dan Rado menikmati donat yang masih hangat sambil membaca ensiklopedia.
BACA JUGA: Negeri Dongeng: Pesta Donat
Tak lama kemudian….
“Loh? Kok donatnya hilang satu?” tanya Ibu dari arah dapur.
“Rado, Ayah… donat ibu hilang satu,” kata Ibu dengan suara yang lebih kencang.
Rado dan Ayah pun terkejut. Mereka bergegas menghampiri Ibu.
“Satu.. dua…tiga… empat……. Hmmm, iya Bu, jumlahnya 29, harusnya kan 30,” kata Ayah.
“Bagaimana ini? Langganan ibu bisa marah kalau jumlahnya kurang,” kata Ibu.
“Kemana ya satu donat lagi?” tanya Ibu dengan wajah sedih.
“Tadi, Rado hitung juga sudah pas 30 Bu,” kata Rado.
Semuanya kebingungan. Kemana hilangnya donat coklat milik Ibu?
Bersambung