Belajar dari Kesalahan

By Sylvana Toemon, Selasa, 1 Mei 2018 | 05:00 WIB
Belajar dari kesalahan (Sylvana Toemon)

Ulangan Bahasa Indonesia sedang berlangsung di kelas 5 A. Tampaknya anak-anak bekerja dengan cepat. Ketika Pak Awang bertanya apakah sudah selesai, ternyata semua anak sudah selesai mengerjakannya. Jadi Pak Awang menyuruh Erika, ketua kelas, untuk mengumpulkan kertas-kertas ulangan tersebut.

“Pak, masih ada waktu. Bonusnya apa, Pak?” tanya Badu.

“Yesss!” seru anak-anak dengan semangat.

Pak Awang bangkit dari tempat duduknya dan menulis di papan tulis: BELAJAR DARI KESALAHAN

“Siapa yang tidak pernah melakukan kesalahan?” tanya Pak Awang.

Tidak ada murid yang mengangkat tangannya.

“Jadi, semua pernah melakukan kesalahan, termasuk Bapak. Kalau salah, yang penting kita mau memerbaikinya. Kalau berulang-ulang melakukan kesalahan….,” kata Pak Awang.

“Berarti orang itu ndablek. Eeh, maksudnya bandel. Ini saya koreksi sendiri sebelum dikoreksi Lala,” kata Badu. Anak-anak tertawa mendengarnya.

“Badu sadar harus menggunakan Bahasa Indonesia,” kata Pak Awang. Ia senang melihat murid-muridnya aktif dan bersemangat.

“Bapak pernah melakukan kesalahan besar. Pernah ada murid yang suka tidur di kelas. Bapak memarahinya. Eeh, ternyata dia itu sepulang sekolah selalu ke rumah sakit untuk menengok ibunya. Dia membuat PR dan belajar di rumah sakit. Malam hari ia baru pulang bersama ayahnya. Dari kesalahan tersebut, Bapak belajar untuk tidak cepat memarahi murid. Harus diselidiki dulu mengapa ia suka tidur di kelas. Dia tidak perlu dimarahi, teapi perlu dicarikan jalan keluar supaya tidak tidur di kelas!”

Anak-anak bertepuk tangan mendengar cerita Pak Awang.

“Tidak perlu bertepuk tangan. Sekarang secara singkat kalian bergiliran menyampaikan bagaimana kalian belajar melalui kesalahan. Singkatnya saja, ya,” kata Pak Awang.