Kisah Sebuah Bola

By Iveta Rahmalia, Kamis, 4 Oktober 2018 | 19:05 WIB
Kisah sebuah bola. (Dok. Majalah Bobo/Hanif)

“Aku bisa memantul  tinggi ke langit,” kata sebuah bola bulat merah cerah. “Lihat saja diriku!” Ia lalu mulai memantul  dan memantul  dan jatuh ke trotoar.

Bola itu lalu berusaha memantul lebih tinggi.

“Aku harus memantul sampai setinggi langit,” katanya.

Wuuupp… dia memantul sangat tinggi sehingga dia terus melambung, melambung tinggi.

Namun akhirnya ia mulai meluncur turun, turun… dan jatuh ke atas pohon. Bola bulat merah itu tertahan di antara ranting-ranting dahan.

“Lihat! Lihat! Matahari jatuh dari langit!” teriak burung cokelat kecil. “Aku ingin menghangatkan diriku di dekatnya!” Burung cokelat kecil itu lalu  mengembangkan sayapnya dan terbang mendarat di sisi balon itu. 

Baca Juga : Dongeng Putri Tikus

“Itu bukan matahari!” teriak seekor burung hitam. “Benda bulat itu adalah buah besar yang enak dan berair. Aku jadi ingin yang pertama memakannya!” 

“Ooo, jangan!” teriak si bola merah. “Andai saja aku bisa memantul tinggi lagi ke atas. Sekarang, burung nakal itu akan mematuki aku!” Si bola merah sangat panik. Si burung hitam tahu-tahu sudah berada di dekatnya dan mulai mematukinya.

“Au… auuu.. sakit!” teriak bola merah.

Burung hitam tiba tiba berhenti mematuk. Ia terbang sambil mengomel karena melihat sesuatu di bawah pohon.

“Huh! Tidak bisa melihat aku bersenang-senang!” gerutunya.

Ternyata, di bawah pohon ada hewan berbulu abu-abu. Hewan itu mengendap memanjat dahan pohon dan mendekati bola merah.

“Meooong....” kata si bulu abu abu. 

Ooo, ternyata dia si Buba kucing.

Baca Juga : Dongeng Ikan Sole yang Iri Hati

“Meoooong…” teriak Buba lagi. Ia mengusap punggung si bola merah. Makin lama, ia mengusap dengan kencang sehingga bola merah terjatuh dari dahan pohon itu. Kini si bola merah memantul mantul di tanah  di sepanjang taman, lalu menggelinding dan memantul lagi ke jalan.

Ia terus memantul menuruni tangga dan memantul mantul di sepanjang trotoar sampai ia kehabisan hapas dan berharap bisa berhenti.

Pada saat tubuhnya sudah hampir berhenti, tiba-tiba ia berpapasan dengan anak anak yang keluar dari sekolah. Mereka melihat si bola merah.

“Lihat!” teriak mereka. “Itu bola merah yang indah! Ayo, tangkap!” Mereka lari mengejar bola itu di sepanjang jalan yang menurun ke lembah dan tiba di sebuah persawahan.

Kini bola itu berhenti memantul karena tanahnya sangat kasar. Kini ia menggelinding dan menggelinding menuruni tanah lereng, menyeberangi sawah. Dan…  BYUR!

Bola merah masuk ke sebuah kolam yang dipenuli tanaman lili air.

Baca Juga : Renato dan Piano Ajaib

“Yaaa.. bolanya masuk kolam! Kita tidak bisa main bola lagi,” seru anak anak itu kecewa. Namun yang lain menghibur,

“Tidak apa apa. Kita main petak umpet saja yuk!”

Jadi, anak anak itu lalu bermain petak umpet dan melupakan bola merah itu.

Betapa leganya bola merah. Kini ia merasa tenang karena hanya berdiam dan tak kemana mana.

Air yang tenang mengayunnya pelan sedikit ke kiri dan sedikit ke kanan. Daun daun lili air mengangkat tubuhnya ke atas mereka.   Seekor kotak hijau kecil memanjatnya dan duduk di atas bola merah itu.

“Aku belum pernah duduk di atas daun lili air sebelumnya. Betapa cerah dan indah kelihatannya sekelilingku. Aku akan mandi cahaya matahari sekarang…” gumam bola merah itu bahagia. “Aku tidak akan jadi bola yang memantul lagi,” katanya. “Aku akan jadi bola mengambang dan aku tidak akan kelelahan lagi.”

(Cerita: Dokumentasi Majalah Bobo)