Bobo.id - Teman-teman, ingatkah kamu pada salah satu peristiwa langit yang terjadi di awal tahun ini?
Di awal tahun 2018, tepatnya tangal 31 Januari, kita yang ada di Indonesia bisa melihat fenomena Super Blue Blood Moon.
Fenomena tersebut merupakan gabungan dari tiga fenomena bulan, lo.
Baca Juga : Ada Bluberry di Planet Mars, Apakah Benda Ini Sama dengan Buah?
Yaitu Super moon, Blue moon, dan Blood moon.
Sebelum terjadi di tahun 2018, fenomena ini terjadi terakhir kali di tahun 1866, 150 tahun yang lalu.
Nah, awal tahun depan, akan ada fenomena yang mirip seperti ini, nih. Namanya, Super Blood Moon.
Kalau yang ini merupakan gabungan dari Super moon dan Blood Moon.
Super moon adalah fenomena di mana bulan ada di titik terdekat dengan bumi. Titik terdekat ini namanya perigee.
Karena jaraknya dekat, bulan akan tampak lebih besar dan cahaya tampak terang.
Kalau blood moon, adalah gerhana bulan total atau bulan merah, teman-teman.
Fenomena ini disebut demikian karena bulan terlihat berwarna kemerahan.
Baca Juga : Mengenal Solstice, Hari Titik Balik Matahari Setiap Desember dan Juni
Warna ini muncul karena bulan ada di posisi bayangan Bumi, yang disebut umbra. Makanya cahayanya jadi redup.
Menurut ahli antariksa, fenomena Super Blood Moon akan muncul sekitar tanggal 20-21 Januari 2019.
Apa kali ini kita bisa melihat fenomena bulan gabungan lagi?
Baca Juga : Farout, Objek Merah Muda yang Mengorbit Paling Jauh dari Matahari
Kali ini giliran teman-teman kita yang ada di benua Amerika, Eropa Barat, Afrika, dan sebagian wilayah Pasifik.
Kita yang tinggal di Asia dan Australasia tidak kebagian pemandangan ini, karena sudah melihat fenomena super blue blood moon di tahun 2018.
Di tahun 2018, menurut space.com, tempat terbaik untuk melihat fenomena super blue blood moon berada di Asia tengah dan timur, Indonesia, Selandia Baru, dan Australia.
Saat itu, teman-teman kita yang ada di wilayah lain tidak kebagian melihat pemandangan ini.
Baca Juga : Cerita Nama Bulan Purnama dari Berbagai Suku dan Budaya (Bagian 2)
Lihat video ini, yuk!
Source | : | Science Alert |
Penulis | : | Avisena Ashari |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR