Tapi sebenarnya hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh tempat orang tersebut berada sebelum mereka memasuki ruangan Anechoic, teman-teman.
Ketika seseorang yang sebelumnya berada di tempat yang bising atau terdapat banyak suara, lalu memasuki ruangan yang sangat tenang, maka akan menyebabkan mereka sulit merasakan ketenangan.
Selain itu, kualitas pendengaran juga penting, lo, teman-teman, karena saat seseorang semakin tua, maka akan sulit untuk beradaptasi dan menghargai ketenangan.
Tapi, bagi teman-teman kita yang mengalami autisme atau mempunyai masalah yang berhubungan dengan kegelisahan, ruangan Anechoic dipercaya akan lebih tenang saat berada di ruangan ini.
Baca Juga : Sedang Sedih? Lakukan 4 Hal Ini untuk Meredakan Kesedihanmu
Untuk Apa Ruang Anechoic Dibangun?
Ada beberapa ruangan Anechoic di dunia, lo, teman-teman, seperti di Orfield Laboratories, Minnesota, Amerika Serikat dan ruang Anechoic milik Microsoft yang berada di Redmond, Washington, Amerika Serikat.
Awalnya, ruang Anechoic milik Orfield Laboratories memegang rekor sebagai ruangan terhening di dunia.
Tapi saat ini rekor ruang Anechoic terhening dipegang oleh ruangan Anechoic milik Microsoft, teman-teman.
Penghitungan rekor ini dihasilkan dari tingkat kebisingan yang diukur di dalam ruangan Anechoic, yang berada di bawah angka nol desibel, yaitu minus 20 desibel.
Baca Juga : MRT Jakarta Dibuka pada Maret 2019, Apa Perbedaan MRT, KRL, dan LRT?
Padahal, ambang batas pendengaran manusia saja hanya mencapai nol desibel saja, lo, teman-teman.
Ruangan Anechoic milik Microsoft sendiri awalnya dibangun sebagai tempat mereka melakukan uji coba apda berbagai barang.
Misalnya untuk mengukur kualitas headphone, klik yang dihasilkan tetikus atau mous komputer, konsol game, hingga perangkat lunak yang banyak mengeluarkan suara.
O iya, ketahanan seseorang untuk berada di ruangan ini berbeda-beda, lo, waktunya.
Ada yang dapat bertahan selama lebih dari 45 menit, tapi ada juga yang tidak bisa bertahan pada menit-menit pertama.
Source | : | CNN,indiatimes.com,National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Tyas Wening |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR