Bobo.id - Hai teman-teman, pasti sudah tidak sabar menunggu cerpen anak hari ini, ya?
Cerpen anak hari ini berjudul Mangga Tetangga.
Yuk, langsung saja kita baca cerpen anak hari ini!
--------------------------------------------
Baca Juga : Cerpen Anak: Gara-Gara Puding Cokelat
"Hei, lihat, deh! Rumah yang tidak berpagar itu ada pohon mangganya,” Didit menunjuk rumah tetanggaku.
“Wah, iya. Mangganya banyak sekali. Sudah hampir matang pula. Ayo, kita ambil,” ajak Edo.
Baca Juga : Yuk, Cari Tahu Seberapa Teliti Kita saat Melihat Gambar-Gambar Ini!
“Aku enggak berani. Rumah itu ada penghuninya. Tapi tidak pernah aku lihat. Tiap pagi, aku cuma dengar suara siaran berita radio. Jangan masuk ke sana,” larangku.
“Ayo, kita coba dulu, Ryan,” Didit membujukku.
Baca Juga : Indonesia Jadi Market Focus Country di London Book Fair 2019, Apa Itu?
Setiba di depan rumah itu, Didit langsung bersiap memanjat pohon mangga itu. Namun, dengan sigap Kiki mencegahnya.
“Izin dulu, Dit, sama yang punya rumah. Nanti kita disangka pencuri. Ryan, kamu yang minta izin, ya. Kan, kamu tetangganya,” usul Kiki.
Aku pun mengetuk pintu rumah itu, tapi sayangnya tidak ada jawaban.
Baca Juga : Wah, Selain Kolak Pisang, Ada Kolak Ayam Juga, lo! #AkuBacaAkuTahu
“Dit, panjat saja pohonnya. Dari tadi diketuk, tidak ada yang menjawab. Mungkin pemilik rumahnya sedang pergi,” kataku.
Dengan lincah Didit langsung naik ke pohon mangga. Ia berpindah dari satu cabang ke cabang yang lain.
Dari bawah, Edo mengarahkan Didit untuk mengambil mangga yang sudah matang.
Baca Juga : Makanan Pedas dan Makanan Manis, Lebih Bahaya yang Mana, ya?
“Ayo, Dit, yang sebelah kanan itu ada dua. Lalu yang sebelah kiri ada tiga. Di atasnya lagi ada lima. Petik saja semuanya. Kalau sudah, lempar saja, nanti kutangkap,” teriak Edo sambil menengadahkan tangannya ke atas, siap menerima mangga dari Didit.
Akan tetapi, tiba-tiba pintu rumah itu terbuka. Keluarlah seorang kakek bertongkat dan berteriak ke arah kami semua.
Baca Juga : Google Doodle Rayakan 30 Tahun World Wide Web, Ini Sejarahnya
“Hei, turun! Tidak sopan mengambil mangga tanpa izin!” Teriakannya membuat kami kaget. Tanpa aba-aba, kami semua kabur ke arah warung di ujung jalan itu.
“Kamu teriaknya terlalu kencang, sih, Do. Jadinya yang punya rumah dengar dan marah. Hampir jatuh tadi aku,” omel Didit.
Baca Juga : Penemuan Baru Fosil Monyet Dunia Langka Berusia 22 Juta Tahun di Kenya
“ Hmm, aku tadi sudah mencoba minta izin. Tapi, kan, tidak ada jawaban,” kataku.
“Sudah jangan bertengkar. Kita pulang saja,” kata Kiki ketus.
Baca Juga : Ini Dia Perbedaan Pernapasan Hewan Vertebrata dan Invertebrata
“Hei, ada apa ini ribut-ribut?” seru Mang Ari dari balik warungnya. Kami sampai kaget.
“Ini Mang. Tadi kami memetik mangga di rumah sepi di ujung jalan itu. Pemilik rumahnya marah. Padahal tadi kami ingin meminta izin, tapi yang punya rumah enggak keluar,” kataku menjelaskan.
Baca Juga : Berkenalan dengan 5 Planet Kerdil di Sistem Tata Surya, yuk!
“Kalian harus minta maaf. Bagaimana pun juga, kalian tetap salah karena telah mengambil tanpa izin. Ayo, Mang Ari temenin untuk minta maaf,” ajak Mang Ari.
Mereka semua menurut. Mang Ari berjalan di depan sementara kami berjalan tertunduk di belakangnya.
Sesampai di rumah itu, Mang Ari mengetok pintu dan langsung disambut oleh pria tua tadi.
Baca Juga : Egg Tart, Makanan Khas Portugal yang Banyak Dijumpai di Asia
“Permisi... Pak Joko, ini ada anak-anak yang mau minta maaf pada Bapak. Tadi mereka mengambil mangga tanpa izin. Sebenarnya, mereka ingin izin dahulu ke Bapak. Tadi mereka mencoba mengetuk pintu tapi tak ada jawaban,” jelas Mang Ari.
“Oh, begitu. Tadi saya sedang mandi. Istri saya sedang tidur karena tidak sehat. Jadi tidak ada yang dengar ketukan pintu. Saya maafkan, tapi jangan diulangi lagi, ya,” katanya sambil tersenyum.
Baca Juga : 7 Bahasa Kucing dari Gerakan Ekornya, Pencinta Kucing Wajib Tahu!
“Iya, Pak,” jawab kami bersamaan.
“Nah, sekarang kalian boleh mengambil mangga lagi. Sayang memang, jika mangganya hanya jatuh membusuk atau dimakan kelelawar,” kata Pak Joko ramah.
“Waaa… Benar, Pak?” tanya Didit gembira. "Terima kasih, ya, Pak. Kami janji tidak mengulangi lagi,” kata Didit.
Baca Juga : Kucingmu Selalu Lapar? Bisa Jadi Itu Pertanda Masalah Kesehatan
“Mang, Pak Joko baik, ya, ternyata. Tapi, kok, dia enggak pernah keluar rumah?” tanyaku pada Mang Ari.
“Walau sudah tua, Pak Joko itu masih sehat sebenarnya. Tapi kakinya agak pincang. Pada zaman dulu, Pak Joko ikut berperang dan kakinya tertembak peluru. Makanya dia memakai tongkat. Istrinya sering sakit, makanya dia jarang keluar rumah untuk menjaga istrinya,” jelas Mang Ari.
Baca Juga : Super Bloom, Saat Bunga Liar Mekar Beberapa Tahun Sekali di Gurun
“Oh begitu. Pantas saja rumahnya sepi sekali. Seperti rumah kosong, kurang terawat,” kataku.
“Pak Joko sering minta bantuan Mang Ari untuk belanja kebutuhan sehari-hari atau memperbaiki bagian rumah yang rusak. Tapi, Mang Ari hanya bisa menolong kalau warung sedang tutup. Makanya Ryan, kalau ada waktu, coba kamu bantu Pak Joko,” Mang Ari memberi nasihat.
“Siap, Mang! Ryan siap membantu Pak Joko,” kataku semangat.
Baca Juga : Cerita Misteri: Si Bungkuk (Bag. 10) Kakak yang Kembali
Sebagian besar mangga yang matang di pohon sudah diambil. Didit pun turun. Kami berempat bersama Mang Ari menghitung mangga bersama. Ternyata ada 30 buah mangga.
“Ayo, ambil minum ke dalam. Kalian pasti capek, kan? Kalian semua nanti ambil mangganya, ya,” kata Pak Joko.
Baca Juga : Mengapa Dinosaurus di Masa Pra-Sejarah Banyak yang Berukuran Besar?
Setelah minum Didit, Edo dan Kiki pamit pulang. Esok hari, mereka berjanji akan main bola lagi.
“Ryan, besok kita ambil rambutan di pinggir lapangan, yuk,” kata Didit ketika bersiap akan pulang. Aku hanya menggelengkan kepala.
Baca Juga : Bagian Tumbuhan Jagung, Tumbuhan yang Termasuk Keluarga Rumput
Cerita oleh: Indira Pratiwi. Ilustrasi: Joko
Tonton video ini, yuk!
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Bobo.id |
KOMENTAR