Bobo.id - Hai teman-teman, pasti sudah tidak sabar menunggu dongeng anak hari ini, ya?
Dongeng anak hari ini berjudul Anak-Anak yang Tinggal di Rumah Pohon.
Yuk, langsung saja kita baca dongeng anak hari ini!
-----------------------------
Baca Juga : Dongeng Anak: Anak-Anak yang Tinggal di Rumah Pohon (Bag. 1)
Si penyihir bijak membuka gulungan kertas tua di atas tanah. Ia mengambil botol labu yang penuh dengan batu dan biji-bijian.
Ia menggoyangkannya dari sisi ke sisi, mengucapkan kata-kata aneh. Tiba-tiba, dengan sentakan pergelangan tangannya, dia menuang isi botol labu ke kertas tua di tanah.
Penyihir bijak lalu mengamati letak biji bijian di kertas tua lebar itu. Kemudian ia berkata,
"Saya melihat sebuah pondok cokelat kecil di utara hutan, di ujung sungai. Saya melihat tiga anak bekerja di ladang di samping pondok dan seorang penyihir mengamati pekerjaan ketiga anak itu bagai majikan! Hanya itu yang bisa aku lihat!”
“Terima kasih! Terima kasih,” kata Pak Dembe.
Baca Juga : Dongeng Anak: Anak-Anak yang Tinggal di Rumah Pohon (Bag. 2)
Hari sudah cukup gelap saat itu. Ia kembali sendirian di ke rumah dan beristirahat.
Pagi pun tiba. Ia segera menyusuri jalur hutan ke utara. Itu adalah perjalanan yang panjang, tapi akhirnya dia mendengar suara-suara dari kejauhan.
Ia berbaring telungkup ke tanah dengan telinga menempel di tanah untuk mengetahui asal suara.
Kini dia menyusuri jalan menuju ke arah suara. Kini ia bisa melihat rumah yang digambarkan oleh si penyihir bijak.
Tiga anaknya sedang menyiangi di ladang sementara si penyihir berdiri di ambang pintu gubuk di dekatnya. Penyihir itu tidak pernah mengalihkan pandangannya dari ketiga anak itu.
Baca Juga : Ciri-Ciri Pantun Berbeda dengan Puisi Lainnya, Apa Saja Ciri-Cirinya?
Untuk waktu yang lama, Pak Dembe menunggu, tersembunyi di balik semak-semak besar.
Akhirnya ia mendapat kesempatan ketika anak tertuanya berjalan mendekat ke arahnya. Dengan suara berbisik ia berkata,
"Kithengee! Kithengee!” bisik Pak Dembe, “Jangan angkat kepalamu! Lanjutkan menanam sayur seolah-olah tidak ada yang terjadi. Ini ayahmu!”
Baca Juga : 4 Suku dengan Kemampuan Keren, Ada yang dari Indonesia, lo
"Ayah!" jawab anak itu dengan pelan sekali. "Aku mendengarmu.”
"Apakah penyihir itu menjadikanmu budaknya?" tanya Pak Dembe. “Apakah kamu harus memasak makan malamnya?”
Baca Juga : Kurma Khalas, Buah Manis Kaya Serat yang Baik untuk Pencernaan
“Ya,” kata anak itu. "Kita semua harus bekerja keras untuknya, tapi aku, yang tertua, diberi bagian terbesar. Jika aku menolak untuk melakukannya, dia mengancam akan memukul adik-adik!”
“Kalau begitu, dengarkan Ayah,” kata Pak Dembe. "Saat kembali ke pondoknya malam ini, tunggu sampai penyihir tidak melihat. Lalu kamu pukul tombak ke batu sampai tumpul. Kemudian duduk saja dan jangan melakukan apa pun. Jangan memasak makan malam, dan jangan takut karena aku akan berada di dekatnya.”
Baca Juga : 4 Bagian Tubuh yang Sering Terlewat Saat Mandi, Apa Saja, ya?
Sang ayah perlahan-lahan merayap ke dekat pondok. Ia berjongkok di bawah semak-semak liar, menunggu matahari terbenam.
Ketika malam tiba, ketiga anak itu kembali dengan letih ke gubuk penyihir.
“Aku akan pergi,” kata penyihir dengan suaranya yang keras, "Masak yang enak saat aku pergi! Kalau tidak, adik-adikmu akan aku pukul!” kata si penyihir pada si sulung.
Baca Juga : Suka Menabung di Celengan? Apa Celengan Pertama Muncul di Indonesia?
Pak Dembe sedang mengawasi pondok ketika dia melihat penyihir berjalan pergi. Ia segera lari ke dalam pondok di penyihir dan bersembunyi di bawah tempat tidur sambil berkata penuh semangat pada anak-anaknya, berjanji akan membawa mereka pulang lagi segera.
Setelah beberapa saat, penyihir itu kembali.
“Di mana makanan untukku!” jeritnya ketika dia melihat kulai kosong dan perapian dingin. "Aku bilang aku akan memukul adik-adikmu kalau kau tidak patuh! Tapi sekarang, kau juga akan kupukul!”
Baca Juga : Fosil Karnivora Purba yang Hidup 22 Juta Tahun Lalu Ditemukan di Kenya
Dia mengambil tombaknya dan menusuknya ke anak sulung. Tapi si sulung sudah menumpulkan tombak itu sehingga tidak melukai baju kulitnya.
Pada saat yang sama, sang ayah bergegas keluar dari bawah tempat tidur, mengangkat busur dan anak panahnya dan menembak sang penyihir. Seketika, si penyihir menjerit dan menjadi asap.
Baca Juga : Seekor Burung Hantu Merawat Anak Bebek di Sarangnya, Kok Bisa?
Anak-anak berteriak dengan sukacita karena terbebas. Pak Dembe berjanji akan mengajari anak tertuanya memanah untuk berburu dan menjaga diri.
Ketika akan kembali ke rumah mereka, Pak Dembe mendengar suara kambing, domba dan ternak lain.
“Penyihir punya banyak ternak di kandang belakang,” kata si sulung.
Baca Juga : Wah, Hiu Putih Besar Seberat 750 Kilogram Terlihat di Perairan Florida
Karena kini ternak itu tak ada pemiliknya dan tak ada yang mengurusi, mereka membawa semua ternak ke rumah mereka.
Pak Dembe membuat kandang ternak di bawah pohon lain di dekat baobab.
Anak anak Pak Dembe dengan gembira menaiki tangga ke rumah mereka yang sejuk lagi.
Beberapa waktu kemuian, kambing dan ternak mereka menjadi berlipat ganda. Mereka menjadi kaya dan hidup berkecukupan.
Pak Dembe jarang pergi berburu. Ia kini lebih sering menemani anak anaknya di rumah, sambil mengurusi ternak dan ladang sayur yang baru dibuatnya. Ketiga anaknya membantunya.
Mereka semua hidup bahagia bersama di hutan selama bertahun-tahun.
(Selesai)
Cerita oleh: Dok. Majalah Bobo. Ilustrasi: Tshiu
Baca Juga : Seekor Burung Hantu Merawat Anak Bebek di Sarangnya, Kok Bisa?
Tonton video ini, yuk!
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Bobo.id |
KOMENTAR