Bobo.id – Apakah di antara teman-teman ada yang berasal dari daerah Minahasa, Sulawesi Utara?
Atau, justru teman-teman banyak yang tinggal di daerah ini?
Nah, apakah teman-teman tahu mengenai waruga? Apakah fungsi dari waruga?
Baca Juga: Bukan Batu Mulia, Penambang Amerika Justru Temukan Fosil Monster Laut Purba
Ternyata waruga adalah kubur batu yang menjadi salah satu warisan tradisi zaman megalitikum, lo.
Nah, untuk lebih jelasnya kita cari tahu fakta-fakta mengenai waruga ini, yuk!
Baca Juga: Ubur-Ubur, Binatang Purba yang Masih Bertahan Sampai Sekarang
Peti dari Batu
Di pemakaman itu jenazah tidak dimakamkan di dalam tanah, melainkan ditaruh di dalam kubur batu.
Kubur batu itu disebut waruga. Kata waruga berasal dari dua kata, yaitu waru dan ruga. Waru artinya rumah. Sedangkan ruga artinya raga atau badan.
Jadi, waruga artinya rumah tempat raga orang yang sudah meninggal.
Waruga adalah peti yang terbuat dari sebongkah batu besar berbentuk segiempat yang tengahnya diberi ruang.
Baca Juga: Ditemukan Kepala Serigala Purba yang Berusia 40.000 Tahun di Siberia
Peti itu ditutup dengan tutup berbentuk atap rumah. Tutup peti itu terbuat dari batu juga.
Waruga di desa tertentu memiliki tutup yang polos tanpa hiasan, sementara di desa lain tutupnya diberi hiasan berupa pahatan.
Pahatan itu berupa gambar manusia, hewan, tumbuhan, dan berbagai bentuk hiasan lainnya.
Hiasan itu menunjukkan profesi jenazah. Misalnya hiasan berbentuk tumbuhan berarti jenazah berprofesi sebagai petani.
Baca Juga: Ada yang Berusia 500 Juta Tahun, 6 Hewan Laut Purba Ini Masih Hidup Sampai Sekarang, lo!
Sejak Abad Ke-19
Orang Minahasa menggunakan waruga sejak abad ke-9.
Di dalam waruga, jenazah diletakkan dengan posisi duduk telungkup menghadap ke arah utara.
Duduk telungkup itu maksudnya kedua telapak kaki menempel ke pantat. Lalu kepala menempel ke lutut.
Baca Juga: Fosil Karnivora Purba yang Hidup 22 Juta Tahun Lalu Ditemukan di Kenya
Sejak tahun 1860 orang Minahasa tidak menggunakan waruga lagi, karena pemerintah Belanda melarangnya.
Waruga itu jumlahnya 370 buah. Awalnya tersebar di hampir semua desa di Minahasa, tetapi kemudian dikumpulkan di kelurahan Rap Rap, kelurahan Airmadidi Bawah, dan desa Sawangan.
Kini lokasi waruga-waruga tersebut menjadi salah satu tujuan wisata sejarah di Sulawesi Utara.
(Penulis: Aan Madrus)
Baca Juga: Ditemukan Burung Berwarna Kuning yang Tidak Bisa Terbang, Apakah Jenis Burung Baru?
Tonton video ini juga, yuk!
Penulis | : | Sepdian Anindyajati |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR