Bobo.id - Hai teman-teman, pasti sudah tidak sabar menunggu dongeng anak hari ini, ya?
Dongeng anak hari ini berjudul Kekeran.
Yuk, langsung saja kita baca dongeng anak hari ini!
Baca Juga: Dongeng Anak: Si Putih dan Pohon Pinus
Ayah Najib bernama Pak Budi. Beliau seorang Perwira Polisi yang pernah mendapat penghargaan atas keberaniannya selama bertugas. Terakhir Pak Budi dikirim ke Ambon yang sedang dilanda kerusuhan.
"Sebagai tentara, Ayah harus siap ditugaskan kapanpun dan dimanapun," begitu kata Pak Budi pada Najib saat akan bertugas ke Ambon. Namun, walau mereka tidak bertemu selama 6 bulan, seminggu sekaii ayah Najib menelepon Najib dan ibunya.
Baca Juga: Dongeng Anak: Buaya dan Burung Penyanyi
Kemarin sore Pak Budi menelepon. Ia memberitahu bahwa masa bertugasnya Sudan selesai. Pasukannya akan digantikan oleh pasukan dari Jakarta. Najib dan ibunya diminta menunggu di Stasiun Gambir jam 07.00 pagi.
Dari Ambon, ayah Najib naik kapal laut TNI AL ke Surabaya. Kemudian dilanjutkan dengan kereta api ke Jakarta.
Baca Juga: Apa yang Akan Terjadi Kalau Seluruh Es di Bumi Mencair dalam Semalam? #AkuBacaAkuTahu
"Mana Ayah, Bu? Jangan-jangan Ayah tidak jadi pulang," keluh Najib setelah hampir satu jam mereka menunggu di stasiun Gambir.
"Mungkin keretanya terlambat karena ada perubahan jadwal," ibu Najib menenangkan putra tunggalnya yang duduk di kelas III SD.
Tak lama kemudian kereta yang ditunggu pun tiba. Najib dan ibunya berdiri di pinggir peron sambil melihat ke setiap gerbong. "Itu Ayah, Bu!" seru Najib sambil menunjuk ke pria tinggi besar yang berseragam anggota Brimob. Mereka segera menghampiri pria yang menggendong ransel besar itu.
Baca Juga: Suasana Hati Sedang Buruk? Coba Mandi dengan Air Hangat, yuk!
"Kok, lama sekali, Yah," tanya Ibu.
"lya Tadi di Stasiun Cirebon keretanya berhenti cukup lama. Ada rel rusak yang harus diperbaiki dulu," jawabAyah sambil menggendong Najib dan menciumnya.
"Kenapa relnya bisa rusak, Yah?" tanya Najib heran.
"Mungkin karena sudah terlalu tua. Atau ada orang iseng yang mengambili batu-batu di bantalan rel. Sehingga lama-kelamaan rel menjadi anjiok dan berbahaya untuk dilewati kereta," jawab Ayah. "Bagaimana sekolahmu, Jib? Dapat rangking apa, tidak?" tanya Ayah sambil menurunkan Najib dari gendongannya.
Baca Juga: Ternyata Awalnya Halloween Tidak Identik dengan Membagikan Permen!
"Rangking tiga, Ayah," jawab Najib angga.
"Hebat. Kamu mau hadiah apa, Jib?" tanya Ayah.
"Najib mau nonton pertandingan final sepakbola, Yah," jawab Najib, sambil mereka melangkah keluar dari stasiun.
Setibanya di rumah, ayah Najib merapikarn peralatannya.
"Apa itu Yah?" tanya Najib.
Baca Juga: Keren! Sekarang Filter di Instagram Stories Semakin Banyak dan Seru
"Ini namanya kekeran. Gunanya untuk melihat benda atau musuh dari kejauhan," Pak Budi menerangkan. Najib mengambil dan mencobanya.
"Wan, muka Ayah besar sekali"
"Ini memang alat untuk melihat dari jarak jauh"
"Kalau begitu, boleh dibawa uhtuk nonton pertandingan sepak bola nanti, Yah?" tanya Najib sambil terus-mengeker benda-benda di dalam rumah.
Baca Juga: McDonald's Junior Futsal Championship 2019, Dukung Tim Andalanmu, Yuk!
"Boleh. Supaya kamu bisa lebih jelas melihat pemain bola favoritmu," jawabAyah percanda.
"Benar, sudah lama Najib ingin melihat wajah asli Ronaldo."
"Husss! Itu pemafn bola luar negeri," kata Ayah sambil tertawa. Najib tersenyum senang, pancingannya berhasil.
Akhirnya hari Minggu yang ditunggu-tunggu Najib tiba. Ya, hari itu ia dan ayahnya akan menonton pertandingan sepakbola. Pagi-pagi sekali Najib sudah bangun dan mandi. Ia takut terlambat sampai di Stadion Utama Senayan, tempat pertandingan itu berlangsung nanti.
Baca Juga: Namanya Mirip, Apakah Nama Indonesia Berhubungan dengan India?
Najib dan ayahnya akhirnya tiba di stadion. Di dalam, sudah banyak orang duduk dan bergerombol sesuai dengan tim favoritnya masingmasing. Pertandingan pun mulai.
"Mana kekerannya, Yah?" Tanya Najib penasaran. Tim andalannya sedang membawa bola dan mengiringnya ke depan gawang lawan. Najib meraih kekeran yang disodorkan ayahnya. Lalu mulai mengeker.
"Ya, payah! Masa bola sudah di depan gawang, masih tidak masuk!"
Baca Juga: Ada 3 Juta Kapal Karam di Lautan Dunia, Ini Serba-Serbi Kapal Karam!
"Kalau cuma nonton, memang kelihatan gampang. Tapi coba kalau kamu yang main, belum tentu bisa dapat bola," sahut Ayah menasihati. Najib hanya tersenyum mendengar sindiran ayahnya. Ia terus memainkan kekerannya ke segala penjuru. Termasuk ke arah penonton di bawahnya.
“Wah! Itu kan si Agus," kata Najib kaget. Ternyata di kelas VIP, ada Agus, teman sekelasnya. Namun jarak Agus cukup jauh. Tak mungkin ia mendengar panggilan walau Najib berteriak. Dan, ah, tiba-tiba Najib mendapat akal. Ia mengarahkan kekeran ke wajah temannya itu. Wajah Agus kini tampak dekat sekali.
Lalu, "Hei, Agus! Sombong sekali! Kupanggil, tidak menyahut!" Najib setengah berbisik. Pak Budi tertawa terbahak-bahak melihat tingkah anaknya.
Baca Juga: Royal Jelly yang Disebut Juga Susu Lebah Memiliki Banyak Manfaat!
"Aduh, Jib! Mana mungkin temanmu bisa dengar. Kamu teriak kencang saja, dia tidak dengar. Apaiagi berbisik."
"Tapi kata Ayah, kalau memakai kekeran, kita bisa melihat yang jauh menjadi dekat. Najib kan berbisik pas di telinga Agus!" jawab Najib.
"Memang. Yang jauh bisa kelihatan jadi dekat, yang kecil bisa jadi besar. Itu karena didatam teropong ini, ada semacam kaca pembesar. Kaca itu membuatjarak pandang kita jadi lebih jauh. Tapi, kekeran atau teropong ini gunanya hanya untuk melihat. Tidak bisa untuk berbicara dengan orang yang jauh jaraknya," sambung Pak Budi menjelaskan.
Baca Juga: Benarkah Perempuan Lebih Mudah Merasa Kedinginan daripada Laki-Laki? #AkuBacaAkuTahu
"Oh....begitu. Pantas Agus tidak menengok-nengok waktu dipanggil," sambung Najib sambil tersenyum malu. Apaiagi orang di sebelahnya ikut tertawa.
"Dik, boleh pinjam kekerannya, tidak?" tanya pemuda itu. "Buat apa, Mas?" Najib balik bertanya.
"Buat kasih tahu ke kipper tim biru. Supaya jangan duduk terus. Nanti kalau ada tendangan bola jarak jauh, bagaimana?" ledek pria itu. Pak Budi dan yang lainnya ikut tertawa. Semakin merahlah wajah Najib menahan malu.
Cerita oleh: Hadi Pranoto
Baca Juga: Belum Banyak yang Menyadari, Malnutrisi Juga Berdampak Buruk
Tonton video ini, yuk!
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR