"Jangan dimasak semuanya. Sisakan segenggam untuk persediaan nanti," nasihat pengembara tua. Malin mematuhinya walau sedikit heran. Setelah itu mereka makan dengan nikmat meskipun seadanya.
"Pak Tua, hanya ini yang dapat aku suguhkan. Aku tidak dapat memberimu lebih banyak. Aku tidak kuat bekerja keras. Tubuhku lemah dan kakiku pincang," kata Malin.
Baca Juga: Membuat Karya Ilmiah: Jemput Aku Karya Gavin Malik Setiawan
"Aku bersyukur masih ada yang mau menolongku. Tapi aneh! Negeri ini sangat subur dan makmur. Namun tak ada yang peduli pada orang-orang miskin. Anak muda, sudah saatnya aku melanjutkan perjalanan. Tenagaku sudah pulih kembali. Terimalah serunai ini sebagai tanda terima kasihku."
Pengembara tua itu memberikan sebuah seruling kecil yang terbuat dari batang padi kepada Malin. Orang-orang di Negeri Tanah Hijau menyebutnya serunai.
"Gunakanlah untuk 'mengusir dan memanggil," nasihat pengembara tua itu. Tiba-tiba pengembara tua itu lenyap sebelum Malin sempat mengucapkan terima kasih.
Baca Juga: Ternyata Ada Garam Dapur di Permukaan Satelit Planet Jupiter Ini
Beberapa saat kemudian, Negeri Tanah Hijau dilanda bencana kekeringan. Berbulan-bulan hujan tidak turun. Sungai dan danau kering kerontang. Tanaman padi di sawah diserang hama belalang dan mati kekeringan. Persediaan padi di lumbung-lumbung penduduk kaya dimakan hama tikus. Persediaan beras kerajaan pun sudah habis. Hewan ternak banyak yang mati terserang wabah penyakit aneh. Dalam sekejap wabah kelaparan melanda Negeri Tanah Hijau. Penduduk kaya menjadi miskin dan kelaparan. Mereka menangisi harta benda, sawah ladang, dan hewan ternak mereka.
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR