Bobo.id - Apa yang paling kamu suka dari pantai? Membuat istana pasir juga seru, lo!
Yap, di pantai kita bisa bermain di atas pasir. Namun, di pantai yang satu ini, kita tidak akan menemukan pasir.
Pantai ini tidak ada pasirnya, tetapi malah penuh dengan pecahan kaca. Inilah Pantai Fort Bagg yang terletak di California, Amerika Serikat.
Tempat Pembuangan Sampah
Kalau kita melihatnya sekilas, Pantai Fort Bagg tidak berbeda dengan pantai lainnya. Namun, kalau kita mengamati dengan lebih teliti, kita akan melihat perbedaannya.
Pasir di pantai ini bertabur kaca. Wow! Eits, kaca-kaca di sini sebenarnya berasal dari sampah yang dibuang oleh penduduk.
Baca Juga: Indahnya Pantai Wohkudu yang Terletak di Antara Tebing, Pernah ke Sini?
Konon, sejak tahun 1948, pantai ini dipakai sebagai tong sampah oleh masyarakat. Tidak hanya sampah rumah tangga yang dibuang di sini.
Barang-barang tidak terpakai seperti mobil juga dibuang di sini, lo.
Masyarakat sekitar menyebutnya ‘The Dumps’ yang artinya tempat sampah.
Berubah Jadi Bebatuan Kaca
Sekitar tahun 1967, The California State Water Resources Control menutup pantai ini. Sejak penutupan itu, pemerintah melakukan pembersihan dan perbaikan di pantai ini.
Sejak penutupan ini, sampah-sampah yang masih berada di sekitar pantai terkikis oleh ombak laut, hingga akhirnya jadilah pecahan kaca yang cantik sekali.
Ada warna merah, hijau, dan putih.
Baca Juga: Stop Bawa Pulang Pasir dan Kerang saat Berlibur ke Pantai, Ini Alasannya
Pantai Fort Bragg yang dulu terkenal kumuh, kini berubah menjadi tempat wisata yang disukai pengujung.
Sekarang, pantai ini menjadi bagian dari Taman Nasional MacKerricher.
Saat matahari terbit, batuan kaca di pantai ini terlihat seperti bersinar, lo. Wah... semakin cantik pemandangan di pantai ini.
Baca Juga: Wah, Pantai di Finlandia Seperti Diselimuti 'Telur Es'! Fenomena Apa, ya?
(Penulis: Marisa)
Lihat video ini juga, yuk!
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Penulis | : | Iveta Rahmalia |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR