Bobo.id - Pandemi COVID-19 sudah menjadi masalah global karena menyerang berbagai negara di belahan dunia.
Di Indonesia sendiri infeksi COVID-19 ini sudah berlangsung sejak awal Maret 2020 lalu. Hingga saat ini negara kita masih berusaha untuk menurunkan angka infeksi.
Baca Juga: Arti Pandemi dan Perbedaannya dengan Epidemi, Istilah yang Sering Kita Dengar Selama Wabah Corona
Karena itu juga lah kita disarankan untuk tetap berada di rumah jika tidak ada keperluan yang mendesak.
Bahkan kegiatan belajar pun sudah dilakukan perubahan, yaitu dengan belajar dari rumah melalui pertemuan secara daring.
Begitu juga dengan beberapa pekerjaan orang tua kita juga dilakukan dari rumah.
Namun, kita masih harus bersyukur karena tidak ada serangan wabah lain seperti yang terjadi di Afrika Timur.
Yap, COVID-19 bukan hanya satu wabah yang harus dialami oleh Afrika Timur. Baru-baru ini masyarakat Afrika Timur juga dikejutkan dengan munculnya wabah belalang.
Seperti apa? Yuk, simak penjelasannya!
Baca Juga: Bukan Tambah Sehat, Konsumsi Pare dengan 3 Jenis Makanan Ini Justru Bisa Membahayakan Tubuh
Laporan Science Alert yang dilansir dari Kompas.com Jumat (3/7/2020) serangga-serangga rakus ini sudah berkembang biak dengan subur sejak 2019.
Salah satu yang mungkin menjadi penyebabnya adalah kondisi cuaca yang basah.
Bukan ratusan atau ribuan, jumlah belalang di sana bisa mencapai triliunan. Belalang-belalang ini kemudian menghancurkan padang rumput dan tanaman berharga lain mulai dari Kenya, Ethiopia, Yaman dan bahkan menjangkau hingga bagian India utara.
Wabah belalang ini dianggap menjadi wabah terburuk yang terjadi dalam beberapa dekade.
Banyak orang yang khawatir akan kelaparan dan juga kejatuhan ekonomi di beberapa wilayah yang terserang wabah itu.
Namun bagi ahli entomologi Dino Martins, wabah belalang itu juga merupakan peringatan dari alam.
"Ada pesan yang lebih dalam dan pesannya adalah bahwa kita sedang mengubah lingkungan," kata Martins.
Martins yang bekerja di Pusat Penelitian Mpala di Kenya utara menyebut jika penggundulan hutan, perluasan padang pasir, degradasi lingkungan lokal dan penggembalaan berlebih menciptakan kondisi ideal untuk belalang berkembang biak.
Selain itu, perubahan iklim mengubah pola cuaca kita dan membawa lebih banyak hujan ke bagian dunia ini.
Kawanan besar belalang pertama muncul akhir tahun lalu setelah cuaca hangat dan basah. Jumlahnya mencapai ratusan miliar.
Gelombang belalang kedua berikutnya datang di bulan April, kali ini jumlahnya sampai triliunan. Kemungkinan akan ada kawanan besar lainnya pada Juli dengan jumlah yang lebih besar.
"Saat berada dalam kerumunan belalang, itu sebenarnya pengalaman yang luar biasa. Kita bisa lihat warna merah muda dan kuning yang dihasilkan dari sayap belalang muda dan dewasa. Ada sedikit bau belalang juga di sekitar dan banyak burung memakannya," cerita Martins.
(Penulis: Monika Novena)
-----
Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dunia satwa, dan komik yang kocak, langsung saja berlangganan majalah Bobo, Mombi SD, NG Kids dan Album Donal Bebek. Caranya melalui: www.gridstore.id
Atau teman-teman bisa baca versi elektronik (e-Magz) yang dapat diakses secara online di ebooks.gramedia.com
Cara Bersikap terhadap Barang yang Dipakai, Materi Kelas 4 SD Kurikulum Merdeka
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR