Bobo.id - Upacara Adat Nyangku berasal dari Provinsi daerah Jawa Barat. Upacara adat ini sudah dilaksanakan sejak zaman dahulu hingga saat ini.
Daerah yang melaksanakan adat ini setiap tahunnya adalah masyarakat daerah di kawasan Ciamis dan Panjalu, Jawa Barat
Berikut ini akan dibahas tentang sejarah, tujuan, dan pelaksanaanya.
Baca Juga: Upacara Adat Jawa Timur Larung Sembonyo: Sejarah, Tujuan, dan Ritual
Sejarah Upacara Adat Nyangku
Istilah dari upacara adat nyangku ini berasal dari kata "Nyangko" dalam bahasa Arab yang bermakna membersihkan.
Lalu istilah ''nyangko'' ini beralih pelafalan menjadi "nyangku."
Nyangku ini berasal dari bahasa Sunda "Nyangaan Laku" yang bermakna menerangi perilaku.
Upacara adat ini mulai dilakukan oleh masyarakat Panjalu sejak berdirinya Kerajaan Panjalu pada zaman dahulu.
Menurut sejarah, upacara ini dilakukan untuk menghormati leluhur mereka, yaitu Prabu Sanghyang Borosngora.
Kala itu Prabu Sanghyang Borosngora pertama kali memeluk agama Islam dan menyebarkannya di kawasan Panjalu, Jawa Barat
Adanya upacara ini untuk mengenang dan menghormati Raja panjalu dengan melakukan pembersihan benda pusaka.
Untuk jenis-jenis benda pusakanya yaitu keris, keris komando, cis, bangreng, pancaworo, dan masih banyak lagi.
Baca Juga: Upacara Adat Jawa Barat Ngalaksa, Mulai dari Sejarah hingga Urutan Prosesinya
Tujuan Upacara Adat Jawa Barat Nyangku
Upacara adat ini memiliki tujuan utama untuk membersihkan benda pusaka, yakni sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur Panjalu.
Tidak hanya itu, upacara ini juga bertujuan untuk berpikir dan mengevaluasi diri. Agar menjadi pribadi masyarakat Panjalu yang lebih baik.
Pelaksanaan Upacara Adat Nyangku
Upacara adat ini diadakan setiap bulan Maulid pada minggu keempat.
Nah, untuk pihak yang menyelenggarakan acara ini antara lain Yayasan Borosngora, sesepuh Panjalu, Pemerintah Desa Panjalu, tokoh masyarakat, keturunan Raja Panjalu dan seterusnya.
Untuk persiapannya biasanya dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh warga masyarakat Panjalu.
Ketika upacara adat ini berlangsung ada beberapa prosesi yang perlu dilakukan. Prosesi-prosesi tersebut antara lain:
a. Pengambilan Air Keramat
Prosesi ini dalam bahasa Sunda disebut sebagai tirta kahuripan. Tahap ini dilakukan dengan mengambil air dari tujuh sumber mata air yang berbeda.
Mata air tersebut dipercaya sebagai petilasan Prabu Samhyang Borosngora, yang letaknya tersebar di dalam dan di luar desa.
Tujuh mata air ini antara lain:
Baca Juga: Upacara Adat Aceh Peusijuek: Sejarah dan Tata Cara Prosesinya
Air yang diambil dari tujuh mata air tersebut kemudian di simpan dan diletakkan dalam wadah khusus.
Biasanya oleh para santri akan didoakan selama empat puluh hari sampai kepada pelaksanaan upacara adat Nyangku dimulai.
b. Penyerahan Tirta Kahuripan
Prosesi ini dilakukan dengan penyerahan air tirta kahuripan dari sesepuh adat kepada Ketua Yayasan Borosnaga.
Malam hari sebelum upacara adat berjalan akan diadakan pengajian dan pembacaa Sholawat Nabi di dalam pasucian "Bumi Alit."
Kemudian dilanjutkan dengan tradisi kesenian Gambyong dan Debus.
Baca Juga: 3 Upacara Adat Sulawesi Selatan untuk Ucap Syukur Atas Hasil Panen
c. Upacara Adat Nyangku berlangsung
Langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengambil benda-benda pusaka di Pasucian "Bumi Alit."
Kemudian benda pusaka dikirab ke Pulau Nusa Gede di tengah danau Desa Panjalu. Benda-benda pusaka ini digendong seperti bayi oleh para keturunan Raja Panjalu.
Tidak hanya itu kirab ini juga diikuti oleh masyarakat dan sesepuh desa dengan diiringi kesenian Gembyung dan lantunan Sholawat Nabi.
Itulah penjelasan tentang upacara adat Jawa Barat Nyangku, mulai dari sejarah, tujuan, dan pelaksanaannya.
Tonton video ini, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Terbit Hari Ini, Mengenal Dongeng Seru dari Nusantara di Majalah Bobo Edisi 35, yuk!
Source | : | kemendikbud.go.id |
Penulis | : | Ikawati Sukarna |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR