Kemudian, memasuki masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat, muncul film karya sutradara asli Indonesia, Umar Ismail yang membuat film Darah dan Doa pada tahun 1950.
Hari pertama pengambilan gambar pembuatan film Darah dan Doa diresmikan sebagai Hari Film Nasional, yaitu tanggal 30 Maret 1950.
Selama periode tahun 1950-1959, film juga difungsikan sebagai alat perjuangan bangsa untuk mengisi kemerdekaan.
Namun, pasar film Indonesia sempat mengalami kemunduran karena adanya film asing pada tahun 1953.
Beragam cara dikembangkan untuk membuat film Indonesia kembali diminati, termasuk menjadikan film sebagai alat pendidikan dan penerangan.
Akhirnya, memasuki tahun 1970 sampai 1980-an, perfilman Indonesia mengalami masa puncak, karena banyaknya jumlah produksi film.
Namun, tahun 1990-an terjadi penurunan drastis produksi film karena film Indonesia kurang bisa bersaing dengan film impor.
Kondisi ini ditandai dengan banyak gedung bioskop ditutup dalam 10 tahun terakhir.
Setelah memasuki tahun 2005, film disertakan sebagai subsektor industri kreatif Indonesia, yang juga dianggap sebagai budaya.
Pada tanggal 30 Maret 1950, terjadi tiga peristiwa atau momen penting bagi industri perfilman Indonesia.
Pertama, berdirinya Perusahaan Film Nasional Indonesia (PERFINI) di bawah pimpinan Usmar Ismail.
Baca Juga: Macam-Macam Genre Film yang Sering Ditayangkan di Bioskop, Apa Saja?
Source | : | Kompas.id |
Penulis | : | Grace Eirin |
Editor | : | Bobo.id |
KOMENTAR