Ketika magma mencapai permukaan, ia membentuk lava, abu vulkanik, dan gas panas. Semua ini bisa mendorong pembentukan gunung berapi.
Seiring waktu, lapisan lava, abu, dan material vulkanik lainnya menumpuk di sekitar titik keluarnya magma.
Ini yang membentuk gunung berapi, seperti yang kita lihat pada Gunung Krakatau sebelum letusan tahun 1883.
Saat tekanan dalam gunung berapi terlalu besar, gunung berapi bisa meletus. Letusan ini bisa sangat kuat dan merusak, seperti yang terjadi pada tahun 1883.
Setelah letusan besar, seringkali ada kaldera yang terbentuk, yaitu rongga besar yang tersisa setelah letusan. Ini adalah bekas dari gunung berapi yang hancur.
Meskipun gunung berapi utama mungkin hancur, aktivitas vulkanik bisa terus berlanjut di kaldera atau di sekitarnya.
Magma baru terus mendesak ke permukaan, dan ini dapat menyebabkan pembentukan pulau baru, seperti Anak Gunung Krakatau.
Seiring berjalannya waktu, setumpuk material vulkanik baru, termasuk lava dan abu, dapat membangun sebuah pulau baru di dalam kaldera.
Inilah yang terjadi dengan Anak Gunung Krakatau. Pulau ini tumbuh dan berkembang karena aktivitas vulkanik yang berkelanjutan.
Kini Anak Gunung Krakatau menjadi salah satu gunung berapi aktif seperti Gunung Krakatau sebelumnya.
Bahkan letusan gunung ini juga disebut berbahaya dan berpotensi menghasilkan letusan yang besar seperti Gunung Krakatau yang sebelumnya.
Baca Juga: Unik, Ada 10 Gunung Berapi Terkenal di Planet Lain, Apa Saja Namanya?
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Penulis | : | Amirul Nisa |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR