Bobo.id - Agama Hindu-Buddha adalah agama resmi yang ada di Indonesia dan dilindungi oleh pemerintah.
Kedua agama ini masuk ke Nusantara sudah cukup lama dan terus bertahan dan menyebar hingga saat ini.
Pada materi sejarah kelas 10 SMA kali ini, kita akan belajar tentang teori masuknya agama Hindu-Buddha ke Nusantara atau Indonesia.
Bila teman-teman pernah melihat candi atau arca, dua benda itu adalah peninggalan pada masa kerajaan zaman dulu.
Dua jenis peninggalan itu merupakan ciri adanya kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang pernah ada di wilayah Nusantara.
Masuknya agam Hindu-Buddha ke Nusantara memang memberikan banyak dampak termasuk munculnya banyak kerajaan.
Seperti kerajaan Sriwijaya yang bercorak Buddha dan juga kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu.
Dua agama ini sering disebut berbarengan karena dua agama ini bisa hidup berdampingan dalam satu wilayah kerajaan, lo.
Namun tahukah kalau teori masuknya agama Hindu-Buddha terdiri dari beberapa teori berbeda?
Berikut akan dijelaskan beberapa teori masuknya agam Hindu-Buddha ke Nusantara.
Teori arus balik adalah teori yang disampaikan oleh F.D.K Bosch yang berpendapat bahwa ajaran Hindu-Buddha berasal dari India.
Baca Juga: Apa Alasan Kebudayaan Hindu Buddha Tidak Diterima Begitu Saja di Indonesia?
Ia berpendapat kalau agama Hindu-Buddha berkembang dengan pesat dan kabarnya menyebar sampai ke Nusantara.
Dari kabar itulah para kaum terpelajar di Nusantara tertarik untuk belajar atau berguru ke India.
Hasil belajar itu yang kemudian dibawanya kembali ke Nusantara dan dikenalkan ke banyak orang.
Mereka pun disebut sebagai pemuka agama dan pendeta saat kembali ke Nusantara untuk menyebarkan agama.
Teori lainnya adalah Teori Waisya yang disampaikan olah N.J. Krom.
Pada teori ini dijelaskan bahwa para pedagang yang beragama Hindu-Buddha yang menyebarkan agama tersebut ke Nusantara.
Pada zaman dulu perdagangan terjadi melalui jalur laut dan bergantung pada arah angin.
Sehingga para pedagang yang datang ke Nusantara biasanya akan menetap selama beberapa waktu sebelum kembali.
Beberapa pedagang tentu bukan hanya tinggal, namun juga mengenalkan agama, budaya, hingga tradisi pada masyarakat Nusantara.
Ada juga teori yang disebut Teori Kesatria yang dikemukakan oleh C.C. Berg, Mookerji, dan J.C. Moens.
Teori ini menjelaskan kalau agama Hindu-Buddha yang ada di Nusantara berasal dari daratan India dan Tiongkok.
Baca Juga: Mengenal Kehidupan Politik, Sosial, dan Budaya Kerajaan Singasari, Materi IPS
Agama ini masuk saat terjadi perang saudara di dua negara itu.
Dari perang itu, raja-raja yang kalah dalam peperangan melarikan diri ke Nusantara untuk mencari tempat berlindung.
Setelah berada di Nusantara dalam waktu lama, para raja itu mendirikan kerajaan baru di Nusantara degan corak yang berkaitan agama Hindu atau Buddha.
Corak agama itu diambil karena merupakan agama yang sebelumnya dianut oleh para raja.
Terakhir adalah Teori Brahmana yang disampaikan oleh Van Leur.
Ia menjelaskan kalau agama Hindu-Buddha masuk ke Nusantara karena adanya undangan para kaum Brahmana ke Nusantara.
Undangan itu diberikan karena adanya ketertarikan para raja yang berkuasa dengan dua agam tersebut.
Sehingga raja-raja mendatangkan ahli agama yaitu kaum brahmana untuk menjelaskan tentang agama Hindu-Buddha.
Bukan hanya raja saja yang belajar tentang dua agama itu, tapi juga seluruh rakyat di wilayah kekuasaan tiap kerajaan.
Nah, itu keempat teori masuknya agama Hindu-Buddha yang memberikan banyak pengaruh pada Nusantara saat itu.
Baca Juga: Mengapa Budaya Hindu-Buddha Mudah Diterima Masyarakat Indonesia? Materi IPS
----
Kuis! |
Apa corak kerajaan Sriwijaya? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Penulis | : | Amirul Nisa |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR