Honza menggelengkan kepalanya sedih. Ia pun meneruskan perjalanannya sambil menahan lapar. Tak lama kemudian, ia melewati sebuah rumah gubuk. Itulah rumah pertama yang dilihatnya di desa itu. Honza pun mendekati rumah itu dan mengetuk pintu rumahnya. Sesaat kemudian, muncullah wajah seorang nenek dari balik pintu.
"Selamat malam.. " sapa si Honza sopan. "Adakah sedikit makanan sisa untukku. Namaku Honza. Aku pengembara yang kedinginan dan kelaparan…"
Nenek itu membuka pintu sedikit lebih lebar. "Saya tidak punya makanan, Nak…" katanya dengan suara parau. "Tapi kau boleh masuk untuk menghangatkan badan. Oya, namaku Nek Milka…"
Honza segera masuk ke rumah sederhana itu dengan lega. Kini ia duduk di dekat perapian. Badannya mulai terasa hangat. Sementara itu, Nek Milka duduk di seberangnya sambil merajut. Wajahnya tampak merengut bosan. Cuaca dingin membuat ia tak bisa melakukan kegiatan lain selain merajut.
Beberapa saat kemudian, Honza mengambil batu kerikil tadi dari sakunya. Ia menggosok-gosoknya di lengan bajunya dan melempar-lemparkannya dari tangan kanan ke tangan kirinya. Nek Milka jadi tertarik dan mulai memerhatikannya.
"Kemarin saya makan sup yang lezat dari batu ini,” kata Honza.
"Ah, tidak mungkin. Mana mungkin batu bisa dibuat sup,” tawa Nek Milka.
"Tentu saja bisa," jawab Honza. "Akan saya buktikan jika ada panci besar berisi air."
Nek Milka tampak ragu. Namun, ia tiba-tiba menjadi bersemangat karena mendapat kegiatan. Nek Milka segera mengambil sebuah panci dan meletakkannya di atas kompor.
Ketika air mendidih, Honza memasukkan batu kerikil itu ke dalam panci. Beberapa menit kemudian, ia mengambil sendok dan mencicipi air itu.
"Mmmm… lezat," katanya. "Tapi saya yakin, sup ini akan lebih lezat jika ditambah merica dan garam, jika ada."
Nek Milka membuka lemari dan mengambil merica dan garam. Honza melihat lemari itu penuh dengan bahan makanan. Ia menaburkan merica dan garam ke dalam panci dan mencicipinya lagi. "Mmmm..," gumamnya. "Saya yakin hanya dengan ditambah bawang, sup ini akan jadi enak."
Nek Milka segera mengupas bawang, mencincang dan memasukkannya ke dalam panci. Honza mengaduk air dan mencicipinya lagi. "Mmmm, mungkin perlu ditambah sedikit wortel dan daging, jika ada."
Kembali Nek Milka mengambil wortel dan daging. Honza mengaduk adonan sup.
"Jika ditambah kentang, tentu akan tambah lezat," katanya.
Nek Milka memberinya kentang yang sudah dibersihkan dan dipotong kecil-kecil. Honza menambahkannya ke dalam panci dan duduk dekat perapian. "Hampir selesai sekarang. Aromanya sedap bukan?"
Setengah jam kemudian ia mencicipi sup itu lagi dan berkata, "Sekarang supnya sudah masak. Ayo, kita makan bersama, Nek Milka,” ajak Honza.
Sambil tersenyum, Nek Milka menata meja makan dengan taplak meja yang indah. Honza menuang sup ke dalam dua mangkok besar dan duduk di meja makan bersama Nek Milka.
"Nenek sangat baik. Andai saja ada teh jahe untuk menemani sup ini..."
"Akan saya buatkan," kata Nek Milka. Ia beranjak dari meja makan dan kembali dengan dua gelas teh jahe.
Mereka makan dan minum teh jahe sambil mengobrol. Nek Milka kemudian juga mengambil roti, keju , buah, dan kue tart besar. Mereka saling bertukar cerita dan tertawa. Nek Milka belum pernah merasa sebahagia sore itu. Sudah lama ia tidak punya teman untuk bercakap-cakap.
Ketika perut mereka kenyang, Nek Milka berkata, "Sudah larut malam. Saya akan siapkan kamar tidur tamu. Di sana hangat dan nyaman."
Ketika Nek Milka pergi, Honza mengambil batu tadi dari dasar panci sup. Dilapnya bersih-bersih dan dimasukkannya ke dalam saku.
Pagi harinya, Honza kembali mengucapkan terimakasih.
"Saya semula tidak percaya kamu bisa membuat sup yang enak hanya dengan sebuah batu," kata Nek Milka sambil tersenyum.
"Sup nya menjadi enak, karena bahan-bahan yang Nenek tambahkan,” jawab Honza terus terang. Ia meraba sakunya untuk memastikan batu itu masih ada. "Batu ini mungkin masih aku perlukan lagi malam ini," katanya lirih sambil berjalan pergi. (Dongeng Cekoslowakia)
Terbit Hari Ini, Mengenal Dongeng Seru dari Nusantara di Majalah Bobo Edisi 35, yuk!
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR