Tari piring merupakan tari tradisional dari Minangkabau, Sumatera Barat. Dalam bahasa Minangkabau, tari ini disebut dengan tari piriang. Sesuai dengan namanya, pertunjukan tari ini menggunakan piring.
Asal-usul Tari Piring
Dulunya, tari piring digunakan dalam ritual ucapan syukur kepada dewa-dewa. Tarian dilakukan setelah mendapatkan panen yang berlimpah. Ritual ini dilakukan dengan membawa sajian makanan yang diletakkan di dalam piring sambil melangkah dengan gerakan tertentu.
Kemudian agama Islam masuk ke daerah Minangkabau sehingga tari piring ini tidak lagi digunakan sebagai ritual persembahan kepada dewa-dewa. Agar tarian ini tetap lestari, tarian ini digunakan sebagai sarana hiburan masyarakat. Tarian ini sering ditampilkan dalam pernikahan maupun acara perayaan lainnya. Lama-kelamaan unsur ritual dalam tarian ini pun hilang.
Gerakan Tari Piring
Tari piring memiliki 3 jenis gerakan, yaitu tupai bagaliuk (tupai bergeliuk), bagalombang (bergelombang), dan aka malik (akar melilit). Musik pengiring tarian ini adalah musik talempong dan saluang. Jumlah penarinya berjumlah ganjil, tiga sampai tujuh orang penari. Pakaian yang digunakan penari adalah pakaian yang berwarna cerah nuansa merah dan kuning keemasan.
Gerakan tari piring dimulai dengan meletakkan dua buah piring di atas kedua telapak tangan. Piring-piring tersebut diayunkan secara cepat tanpa terlepas dari genggaman tangan. Pertunjukan yang paling menarik dari tarian ini adalah pada saat penarinya melemparkan piring ke atas. Ini menggambarkan kegembiraan atas hasil panen yang melimpah. Lalu piring tersebut akan jatuh dan pecah ke lantai. Ini menyebabkan pecahan kacanya tersebar di sekitar penari. Penari tetap melakukan gerakan tari di atas pecahan piring. Sungguh ajaib karena kaki penari tidak mengalami luka-luka padahal tidak menggunakan alas kaki saat menginjak pecahan kaca.
Tari Piring Mendunia
Tari piring sudah dikenal keistimewaannya ke seluruh penjuru dunia. Tarian ini turut dipentaskan dalam tur festival kebudayaan nusantara. Tidak hanya di dalam negeri, tetapi sampai ke luar negeri. Tari ini pernah dipentaskan dalam festival budaya nusantara di Malaysia, Singapura, Serbia, serta beberapa negara di Eropa.
Penulis | : | Yomi Hanna |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR