Salah satu museum unik di Denpasar, Bali adalah Museum Le Mayeur. Museum ini merupakan wujud kecintaan seorang seniman asing kepada gadis Bali yang menjadi istrinya.
Lokasi
Museum Le Mayeur ini terletak di tepi pantai Sanur, berupa bangunan dengan arsitektur Bali yang menampung kurang lebih 88 buah lukisan.
Letaknya di tepi pantai ini membuat pengunjung dapat menikmati dua wisata sekaligus, yaitu Pantai Sanur dan juga museum lukisan.
Sebagian besar tema lukisannya adalah wanita Bali zaman dahulu yang pakaiannya tidak menggunakan penutup dada.
Adrien Jean Le Mayeur de Merpres
Museum ini diberi nama sesuai dengan nama pelukisnya, yaitu Adrien Jean Le Mayeur de Merpres (1880-1958), seorang seniman dari Belgia yang katanya merupakan keturunan keluarga bangsawan.
Le Mayeur menginjakkan kaki di Bali pada tahun 1932 di usia-nya yang ke 52. Rencana awalnya adalah tinggal di Bali selama 8 bulan saja sekadar untuk menggali ide dan insipirasi dalam berkarya. Namun, ketika bertemu dengan waita yang dicintainya, ia memutuskan untuk tinggal di Bali.
Ni Pollok
Dalam perjalanannya di Bali, Le Mayeur bertemu dengan seorang gadis Bali belia bernama Ni Pollok, penari Legong yang berasal dari Desa Kelandis yang kala itu masih berusia 17 tahun.
Ni Pollok menjadi model lukisan Le Mayeur selama kurang lebih 2 tahun. Ni Pollok-pun diajarinya membaca dan menulis dan ditempa menjadi wanita Bali yang mandiri. Lalu, mereka akhirnya menikah dan Le Mayeur memutuskan untuk membangun tempat tinggal di tepi pantai Sanur. Rumah yang ditinggali itulah yang sekarang ini menjadi museum.
Lukisan
Sebagian besar karya di dalam museum ini bertemakan Ni Pollok, seperti beberapa lukisan yang berjudul “Pollok” yang dibuat tahun 1957, “Disekitar rumah Pollok” (1957), “Memetik Bunga untuk sembahyang / Picking flowers”, dan masih banyak lagi lainnya.
Tidak semua lukisan dibuat dengan cat minyak, ada pula yang dibuat dengan cat air dan pensil pada kanvas dan tikar jerami yang halus.
Pertunjukan di Rumah
Setelah melukis seharian pada pagi dan siang hari, malam harinya ia mengadakan beberapa pertunjukan tari-tarian untuk menarik minat pembelinya. Itu sebabnya ada bagian rumah berupa pendopo yang dijadikan tempat menerima tamu dan bersosialisasi dengan pembeli, seniman lokal atau kunjungan dari kawan dan sanak saudara. Dikabarkan ia sempat memberikan donasi untuk Perancis, Belgia dan Inggris setelah ketiga negara itu mengalami kebangkrutan akibat perang yang berkepanjangan di tahun 1941.
Kembali ke Belgia
Pada tanggal tahun 1958 Le Mayeur terpaksa kembali ke Belgia untuk mendapatkan perawatan terhadap kanker yang dideritanya. Dia meninggal pada tanggal 31 Maret tahun yang sama di sana. Setelah itu Ni Pollok mengelola museum itu seorang diri. Museum ini diserahkan kepada pemerintah karena mereka tidak memiliki keturunan dan ahli waris, sepeninggal Ni Pollok.
Tiket Masuk
Tiket masuk ke museum ini sebesar Rp 2000 (dewasa) dan Rp 1000 (anak-anak) untuk turis domestik. Untuk turis asing tiket masuk dewasanya adalah Rp 5000 dan Rp 2500 untuk anak-anak. Museum ini buka pada pukul 8.00-14.00 (Senin-Kamis), 8.00-11.00 (Jumat) dan 8.00-12.30 (Sabtu).
Bentuk bangunan yang berarsitektur Bali asli juga asik untuk dinikmati, ditambah lagi dengan suasana pinggir pantai yang tenang. Selain itu, museum ini juga penuh dengan koleksi pemiliknya berupa buku-buku tua, furnitur Bali, dan beberapa ukiran lainnya.
Ada pula toko souvenir kecil disamping bangunan utama jika ingin sekedar membeli kenang-kenangan berupa kartu pos dan barang lainnya. Pengunjung tidak diijinkan untuk mengambil gambar lukisan-lukisan di dalam museum karena dikhawatirkan akan merusak lukisan itu sendiri.
Sumber: navigasi.net
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR