Ratu Laurelia sudah menjadi ratu sejak ia berusia 15 tahun. Karena ayah dan ibunya, Raja dan Ratu Kerajaan Akasia, meninggal dalam suatu kecelakaan. Namun, selama tiga tahun ini, Ratu Laurelia berhasil memerintah dengan baik. Semua berkat seekor burung hantu. Namanya Strigi.
Sayap Strigi dulu pernah patah. Laurelia yang merawatnya di kamarnya. Saat itu, ia masih berusia 8 tahun. Ternyata, Strigi adalah burung hantu ajaib. Selain bisa bicara, ia juga sangat bijaksana. Sebelum terbang pergi, Strigi berjanji akan datang menolong saat Laurelia mengalami kesulitan.
Strigi memenuhi janjinya. Saat Laurelia sedang menangisi kepergian ayah ibunya dan kebingungan menghadapi takhta kerajaan, Strigi datang.
“Jangan khawatir, Laurelia. Aku akan membimbingmu. Percayalah pada semua nasihatku. Niscaya, kamu akan menjadi ratu yang bijaksana dan Kerajaan Akasia akan makmur!” begitu pesan Strigi.
“Syaratnya cuma satu. Kamu harus merahasiakan keberadaanku. Kalau ada yang tahu keajaibanku, aku akan diburu. Aku akan tinggal di pohon akasia di sudut terjauh halaman istana. Temui aku di sana setiap malam bulan purnama. Siulkan nada ini.” Strigi lalu menyiulkan suatu nada. Laurelia menirukannya dengan baik. Strigi mengangguk puas.
Itulah yang terjadi selama tiga tahun. Setiap malam bulan purnama, Laurelia mengendap-endap menemui Strigi. Nasihat-nasihat Strigi berhasil memajukan kerajaan. Rakyat yang tadinya memandang ratu muda mereka dengan sebelah mata, kini menatap penuh harap.
Hanya Pangeran Lucio, paman Laurelia, yang sebal melihat keadaan itu. Tadinya ia berharap, pemerintahan Laurelia akan lemah. Lalu, ia bisa merebut kekuasaan dan menjadi raja dengan mudah. Ternyata… huh!
Selain kesal, Pangeran Lucio juga heran. Keputusan-keputusan yang diambil Laurelia amat pintar dan jitu. Pangeran Lucio tidak percaya keponakannya bisa mengambil keputusan seperti itu. Ia pun menyelidiki penyebabnya. Dimata-matainya Laurelia. Termasuk saat Laurelia pergi menemui Strigi.
Mata Pangeran Lucio berkilat-kilat mendengar nasihat Strigi tentang cara penumpasan bandit yang merongrong Desa Marigold. Siasatnya jitu!
“Rupanya ini rahasiamu, Laurel! Lihat saja, siapa yang pintar!” bisik Pangeran Lucio pelan. Ia lalu menangkap Strigi dan mengurung Strigi di dalam sangkar tersembunyi di kamarnya.
Pangeran Lucio membuat burung hantu tiruan dan menaruhnya di pohon akasia sebagai pengganti Strigi.
Saat berikutnya Laurelia datang dan meminta nasihat. Burung palsulah yang menyambutnya. Celakanya, burung palsu itu memberi nasihat yang menyesatkan.
Mulanya, Laurelia tidak curiga. Ia mengikuti nasihat burung palsu. Namun, nasihatnya lama-lama tidak masuk akal. Pajak dinaikkan. Harga barang dinaikkan. Ia juga disuruh bermewah-mewah dan meniadakan acara temu rakyat.
Laurelia merasa nasihat-nasihat itu aneh sekali. Tetapi burung hantu palsu mengingatkannya akan janjinya untuk selalu mematuhinya. Akhirnya, Laurelia tetap menuruti nasihat burung hantu palsu.
Rakyat merasakan perubahan ini. Mereka berbaris panjang, menyerbu istana, menyuarakan kesedihan mereka. Lagi-lagi nasihat burung palsu itu aneh.
“Rakyat tidak boleh menentang Ratu. Serang saja mereka semua dengan pasukanmu!” nasihat si burung palsu yang dikendalikan oleh Pangeran Lucio.
Laurelia bimbang. Dia sudah berjanji untuk mematuhi semua nasihat Strigi. Namun, nasihat itu buruk sekali. Laurelia memandang rakyat yang berteriak-teriak marah di halaman istana. Mereka begitu kurus dan pucat. Berbeda sekali dari rakyat sehat dan penuh senyum yang tahun lalu ia temui.
“Bagaimana, Ratu? Kita serang mereka?” Pangeran Lucio muncul. Senyum liciknya terkembang. Jika Laurelia menyerang rakyat, pasti akan pecah pemberontakan. Pangeran Lucio bisa memanfaatkan keadaan itu.
Laurelia menelan ludah kebingungan. Ia mengingat nasihat tidak masuk akal Strigi. Ia tak ingin mengikutinya. Namun, beranikah ia mengambil risiko mengambil keputusan sendiri? Sudah bertahun-tahun, ia mengambil keputusan dengan nasihat Strigi. Bagaimana kalau ia salah?
Mata Laurelia sekali lagi menyapu kerumunan rakyat penuh amarah itu. Dilihatnya mata-mata mereka menderita. Keputusan akhir-akhir inilah yang menyebabkan itu. Laurelia tidak mau melihat lebih banyak penderitaan lagi.
Sambil menekan rasa takutnya, Laurelia menggeleng.
“Aku tidak akan menyerang. Biar aku keluar menghadapi mereka,” ucapnya dengan suara dimantap-mantapkan.
Rakyat terkejut melihat ratu mereka muncul dan meminta maaf. Untuk pertama kalinya, Laurelia berpidato tanpa berkonsultasi dengan Strigi. Ia mengucapkan saja apa yang ada di dalam hatinya. Kebingungannya, ketakutannya, permohonan maafnya yang amat dalam, serta kesediaannya mendengarkan keluhan mereka satu per satu. Rakyat bersorak. Pangeran Lucio mengumpat. Rencananya gagal.
Sementara itu, di kamar Pangeran Lucio, Strigi tersenyum. Ia senang mendengar pidato Laurelia. Ia tahu tugasnya sudah selesai. Laurelia yang kini sudah 18 tahun, sudah bisa membedakan benar dan salah. Bisa menghadapi kesalahannya sendiri. Dan, yang penting bisa mengambil keputusan sendiri. Tidak lagi hanya mengikuti nasihatnya.
Strigi mengepakkan sayap dan pyaaas… ia bebas. Yap, dia, kan, burung hantu ajaib. Mana bisa dikurung. Sst… Sebetulnya ia juga sengaja bisa ditangkap dengan mudah. Supaya Ratu Laurelia bisa menjadi ratu yang mandiri! Bijaksana ya, Strigi!
(Cerita: Pradikha Bestari / Dok. Majalah Bobo)
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR