Anak baru itu bertubuh kecil mungil. Kulitnya hitam, wajahnya cukup manis, rambutnya pendek. la memakai kacamata.Pada hari pertama masuk sekolah, ia tidak menarik perhatian. Tampaknya ia pendiam. Pada jam istirahat ia duduk sendirian di bangku batu di depan kelas. Sementara anak-anak lain berkelompok dua sampai lima orang. Setiap kelompok asyik membicarakan acara liburan mereka. Ada yang pergi ke rumah nenek, berdarmawisata, ataupun hanya diam di rumah saja.
Pada hari kedua, Emi dan Titi mulai mendekati anak baru tersebut. Setelah berkenalan, menanyakan asal sekolah, alamat rumah dan Iain-Iain, Emi mulai bertanya, "Irma, bagaimana acara liburanmu?"
"Aku tidak pergi ke mana-mana . Aku hanya membantu Pak Maman memberi makan kera, membersihkan kandang buaya dan kelinci, mencari kutu di telinga anjing, atau mengantar anjing herder ke sekolah. Ya, macam-macam sekedar mengisi waktu libur!" jawab Irma.
"Wow, siapa Pak Maman? Apakah kamu tinggal di kebun binatang?" tanya Emi dengan mimik yang lucu, menunjukkan rasa terkejut bercampur heran. Irma tertawa, sehingga tampak lesung pipit dan giginya yang putih. Wajahnya berseri-seri dan bersemangat.
"Tidak, aku tidak tinggal di kebun binatang. Ayahku gemar memelihara hewan. Pak Maman adalah karyawan Ayah yang bertugas mengurus hewan-hewan kami. Selain itu kami juga memelihara burung, kura-kura dan harimau! Banyak peristiwa yang menarik yang kualami karena ulah hewan-hewan itu!" jawab Irma.
"Kalau kamu mau dengar, akan kuceritakan."
"Tentu saja mau!" jawab Emi dan Titi serentak.
Mata Irma bersinar-sinar.
"Eh, eh, tunggu dulu!"
Tiba-tiba Titi berseru, "Hoooi, kawan-kawan. Siapa yang mau dengar cerita menarik? Irma punya buaya dan harimau di rumahnya!"
Dalam waktu sekejap, Irma sudah dikerumuni kawan-kawan sekelasnya. Dengan senang hati Irma mengulang apa yang tadi diceritakannya pada Emi dan Titi. Kemudian ia bercerita tentang anjing herdernya yang sudah bias diperintah duduk, berdiri, berjabat tangan ataupun mengucapkan terima kasih dengan menggoyangkan ekornya.
Tiba-tiba, lonceng masuk kelas berbunyi, tanda waktu istirahat telah habis.
"Besok akan kuceritakan bagaimana buaya kami terlepas dan tiba-tiba masuk ke kamar tidurku!" janji Irma. "Baiklah. Kami mau mendengar!" kata Toto.
Anak-anak yang lain tertawa dan berbaris masuk ke kelas. Beberapa anak merencanakan akan main ke rumah Irma. Irma merasa senang, karena sebagai anak baru ia merasa diterima oleh kawan-kawan sekelasnya.
Sorenya Irma dan ibunya pergi ke toko buku. Ada beberapa buku pelajaran yang perlu dibelinya. Ketika Irma melihat-lihat buku cerita, tiba-tiba Emi sudah ada di belakangnya.
"Hei, kamu ke toko buku juga? Beli buku apa?" tanya Emi.
Irma menoleh, tersenyum dan menjawab. "Aku beli buku pelajaran, juga buku cerita. Kamu pergi dengan siapa?"
"Aku ke sini dengan ibuku. Itu dia sedang bercakap-cakap dengan Ibu yang berbaju batik!" jawab Emi sambil menunjuk dua orang wanita yang berdiri dekat rak buku masakan.
Irma terkejut bagaikan disengat lebah. Ternyata ibu Emi sedang bercakap-cakap dengan ibunya. Kedua ibu itu melambaikan tangan memanggil mereka.
"Itu ibumu? Ibumu kenal dengan ibuku?" tanya Emi. Irma mengangguk. Kebingungan tampak di wajahnya. Kemudian Irma berkata, "Emi, maukah kau menolongku?"
"Tentu saja, kalau aku bisa. Ada apa?!" tanya Emi. Kini giliran Emi yang bingung.
"Emi, sebenarnya kami tidak memelihara hewan-hewan di rumah. Kami cuma punya banyak buku cerita. Sebab ayah, ibu, aku dan saudara-saudaraku gemar membaca. Aku mengarang cerita tersebut supaya aku diperhatikan, diterima sebagai kawan. Bagaimana caranya supaya kawan-kawan tidak marah?" Irma berterus terang.
Emi tertegun. Setelah berpikir sejenak, ia menepuk bahu Irma dan berkata, "Besok kamu berterus terang saja. Aku akan membantu sebisaku. Kukira kawan-kawan akan mengerti kesulitanmu dan mau memaafkanmu!"
Esok harinya, ketika Irma datang ke sekolah, kawan-kawan menyambutnya.
"Ayo, Irma, masih ada waktu, teruskan ceritamu!" pinta Dedi.
"lya, Ir, lumayan ... masih ada waktu 10 menit sebelum bel masuk berbunyi!" tambah Meta.
"Kawan-kawan, aku mau minta maaf. Aku memang salah. Aku ingin diterima oleh kalian, karena aku anak baru di kelas ini. Aku sedih ketika hari pertama ke sekolah aku tidak punya kawan. Jadi aku mengarang cerita tentang kebun binatang di rumahku. Sebenarnya di rumah kami tidak ada hewan, yang ada buku cerita dan buku-buku pengetahuan. Aku memang gemar membaca. Kalau kalian juga senang membaca, kalian bisa meminjam bukuku. Maukah kalian memaafkanku?"
"Aku juga minta maaf. Sebagai kawan sekelas, seharusnya aku mendekatimu waktu hari pertama kamu menjadi anggota kelas kami!" cepat Emi berkata.
"Sudahlah, sudah impas. Dua-duanya dimaafkan. Yang lalu biarlah berlalu. Kami mengerti kesulitanmu, Irma. Tetapi, kalau kamu mau cerita tentang buaya masuk ke kamarmu boleh juga. Walaupun itu hanya bualan, aku ingin mendengar!" kata Dedi. Kawan-kawan yang lain tertawa.
"Terima kasih. Jadi ada maaf bagi si pembual?" tanya Irma, "Kalau mau dengar cerita
boleh-boleh saja. Aku tinggal mengulang apa yang pernah kubaca ataupun kudengar dari orang lain!"
Lonceng masuk berbunyi. Irma masuk ke kelas dengan perasaan lega. Bagi kalian yang membaca cerita ini, tentu kalian sudah tahu apa yang sebaiknya kalian lakukan bila ada anak baru.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | YANTI |
KOMENTAR