Sasirangan adalah kain khas adat suku Banjar yang berada di Kalimantan Selatan. Kain tersebut dibuat dengan proses pewarnaan rintang menggunakan bahan seperti tali, benang, atau sejenisnya sesuai dengan corak.
Manyirang
Sasirangan berasal dari kata manyirang, artinya menjelujur. Menjelujur atau manyirang adalah proses pengerjaan kain dengan cara menjelujur, kemudian diikat dengan tali, lalu dicelupkan ke dalam pewarna. Proses pengerjaan kain ini masih dilakukan secara manual dan tradisional.
Arti Warna
Zaman dahulu, pewarnaan kain disesuaikan dengan tujuan pembuatan kain sasirangan. Kain sasirangan digunakan sebagai tanda bahwa yang mengenakan kain itu sedang menjalani proses penyembuhan penyakit. Pewarnaan dilakukan dengan memberikan zat pewarna dari bahan alami seperti daun, buah, biji, umbi tanaman atau kulit kayu. Bahan-bahan pewarna itu sengaja ditanam di sekitar pekarangan rumah warga Banjar sendiri.
Terdapat 6 warna kain sasirangan. Pertama warna kuning yang merupakan simbol pemakainya sedang dalam masa penyembuhan penyakit kuning. Warna kuning didapat dari temulawak atau kunyit.
Kedua, kain warna hijau berarti penggunanya sedang dalam proses penyembuhan penyakit lumpuh atau stroke. Warna hijau didapat dari jahe atau daun pudak.
Ketiga, kain warna ungu memiliki arti penggunanya sedang dalam penyembuhan sakit perut seperti diare, kolera, dan disentri. Warna ungu di dapat dari biji buah ramania (gandaria).
Kain keempat berwarna merah memiliki arti penggunanya sedang dalam penyembuhan sakit kepala atau insomnia. Warna merah di dapat dari buah mengkudu, lombok merah atau gambir.
Kain kelima, berwarna hitam memiliki arti penggunanya dalam pengobatan penyakit kulit atau demam. Warna hitam didapat dari uar atau kabuau.
Keenam, warna cokelat memiliki arti penggunanya dalam masa penyembuhan penyakit tekanan jiwa atau stress. Warna cokelat didapat dari kulit buah rambutan atau uar.
Tiga Kelompok Motif
Motif terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu motif pertama berupa bentuk yang dirangkai secara memanjang. Contohnya, hiris pundak, kulat karikat, gigi haruan, dan kangkung kaumbakan.
Selanjutnya motif ceplok, yaitu bentuk motif yang terlihat sendiri tanpa ada motif lain, contohnya tampuk manggis, hiris gagatas, dan tampuk manggis.
Terakhir, motif variasi, yaitu motif penghias sebagai motif untuk pelengkap mempercantik motif lain yang sudah ada, contohnya motif hiris gagatas yang diberi pinggiran agar terlihat agar lebih indah.
Kain sasirangan merupakan kain sakral yang diwariskan sejak abad ke 12 ketika Raja Lambung Mangkurat menjadi patih Negara Dipa. Mulanya, sasirangan dikenal dengan kain Batatamba atau proses penyembuhan orang yang sedang sakit. Pada saat itu kain sasirangan harus dipesan terlebih dahulu sesuai permintaan.
Penulis | : | Syanne Ayuresta |
Editor | : | KUSSUSANI |
KOMENTAR