Aku seorang anak laki-laki. Umurku tujuh tahun. Tentu saja aku sudah duduk di kelas satu SD. Namaku sebenarnya David. Tetapi Ayah, Ibu serta kedua kakak perempuanku memanggilku Ait.
Ait! Huh, jelek sekali, ya, kedengarannya. Aku lebih suka dipanggil dengan nama David. Lebih gagah kedengarannya. Tetapi orang-orang di rumah sudah terbiasa memanggilku Ait. Kalau aku protes, kedua kakakku yang cerewet menjawab, "Ah, kamu sendiri yang menyebut namamu Ait."
Ya, ampun!! Itu, kan, dulu! Waktu aku masih cadel. Belum bisa menyebut David. Sekarang, kan, aku sudah tidak cadel lagi. Aku sudah bisa menyebut David. Nah, sekarang kenapa jadi mereka yang cadel?
Huh! Mentang-mentang aku anak kecil, mereka berlaku semaunya! Eh, memangnya aku masih kecil? Ah, menurutku, umur tujuh tahun adalah umur yang membingungkan. Anak yang berumur tujuh tahun, kadang-kadang dibilang sudah besar. Tetapi sering juga dibilang masih kecil. Kalau aku sedang menangis, kakak-kakakku biasanya berkata, "Lho, sudah besar, kok, nangis! Kamu kan sudah tujuh tahun. Sudah kelas satu SD!"
Tetapi kalau mereka sedang membaca surat, dan aku ingin tahu apa isinya, mereka akan berkata, "Ahkamu anak kecil, mau tahu aja!" Yah, seperti yang kukatakan tadi, orang dewasa memang kadang-kadang bertindak semaunya. Sering membuat anak-anak bingung.
Oh, iya! Aku sebenarnya ingin bercerita tentang cita-citaku. Dulu aku pernah bercita-cita menjadi seorang tentara. Tentara yang gagah perkasa. Tetapi cita-citaku kemudian berubah. Setelah kupikir-pikir, ah, lebih baik jadi dokter saja. Supaya kalau aku sakit, tidak perlu pergi ke dokter. Tidak perlu membayar mahal. Aku bisa menyuntik pantatku sendiri. Hi... hi... hi.... Lucu sekali kalau membayangkan aku menyuntik pantatku sendiri.
Pada suatu hari, aku, Ayah dan Ibu pergi ke rumah Paman Leo. Paman Leo adalah seorang arsitek. Waktu kami datang, Paman Leo sedang menggambar sebuah rumah. Gambar rumahnya, baguuusss... sekali! Akhirnya kuganti lagi cita-citaku. Aku ingin jadi arsitek saja. Akan kugambar rumah yang lebih bagus daripada gambar Paman Leo. Lalu akan kubangun rumah yang sama dengan gambarku itu. Rumah itu akan kuhadiahkan pada Ayah dan Ibu.
Tadinya kupikir cita-citaku tak akan berubah lagi. Tetapi ternyata berubah juga. Aku ingin jadi kapten kapal! Aku ingin jadi seperti Kapten Jos, sahabat ayahku. Aku pernah melihat album foto Kapten Jos. Ada fotonya di atas kapal laut yang besaaar dan hebaaat sekali. Ada juga fotonya waktu di Singapura, Hongkong, Jepang, Prancis, Belanda .... Wah, rupanya Kapten Jos sudah keliling dunia. Nah, akhirnya dapat kuputuskan juga. Aku ingin jadi kapten kapal. Aku ingin keliling dunia! Aku ingin mengemudi kapal besar!
Eh, tetapi pada malam harinya, aku bingung lagi! Sampai-sampai aku tidak bisa tidur. Kalau aku jadi tentara, pasti gagah sekali. Jadi dokter? Ya, asyik juga. Kalau jadi arsitek, wah, itu juga hebat! Hmm, aku mau jadi apa, ya, kalau sudah besar nanti? lih, bingung, ah!
Karena penasaran, aku lalu bertanya pada kedua kakakku.
"Kalau sudah besar, David akan jadi apa?" tanyaku.
"Ya, kamu mau jadi apa?" tanya mereka. Lho! Ditanya kok malah bertanya. Huh, orang dewasa memang aneh! Aku lalu bertanya pada Ayah dan Ibu.
"Kalau sudah besar, David akan jadi apa?" tanyaku.
"Itu tergantung bakat Ait," jawab Ayah.
"Kalau Ait suka menolong orang, Ait bisa jadi dokter," kata Ibu. "Kalau Ait pandai menggambar, Ait bisa jadi arsitek," ucap Ayah.
"David sering menolong teman!" kataku bersemangat.
"Itu berarti Ait berbakat jadi dokter," ujar Ibu.
"David juga pandai menggambar," ucapku lagi.
"Ya, berarti Ait berbakat juga jadi arsitek," ujar Ayah.
"Lho, jadi kalau sudah besar nanti, David jadi apa, dong?" tanyaku bingung. Semuanya, kok, bisa.
"Ya, itu tergantung bakat Ait," jawab Ibu. Huh, bakat lagi, bakat lagi! Bakat itu apa, sih? Orang dewasa kalau berbicara pasti berputar-putar. Aku jadi menyesal bertanya pada orang dewasa. Mereka membuat aku tambah bingung! Bingung, bingung!!
Ternyata benar juga kata si Arter (temanku yang berumur sepuluh tahun).
"Pada umur tujuh tahun, kita memang sering bingung!" kata Arter.
"Tapi setelah berumur sepuluh tahun, bingung itu akan berkurang," ujarnya lagi. Hmm, mungkin si Arter benar. Lalu aku bertanya pada Arter, "Apa kamu masih sering bingung?"
"Ya, kadang-kadang," jawab Arter sambil mengelus-elus dagunya. (Padahal ia belum punya brewok. Arter memang kadang-kadang sok tua. Tetapi aku tak pernah mencelanya. Karena ia memang tiga tahun lebih tua daripada aku).
"Apa saja yang membuat kamu bingung?" tanyaku lagi.
"Ya, biasanya, sih, orang dewasa yang membuat aku bingung," jawab Arter. Hmm, ternyata yang menyebabkan aku dan Arter bingung adalah orang dewasa! Orang dewasa!! Merekalah penyebab kebingungan!!
Hei!! Tiba-tiba aku tahu apa citacitaku! Kalau sudah besar, aku ingin jadi .... Aku ingin jadi orang dewasa yang bijaksana. Orang dewasa yang tidak aneh. Orang dewasa yang tidak membuat anak-anak bingung.
Aku tidak peduli... jadi arsitek, dokter, tentara atau kapten kapal .... Semuanya sama hebatnya. Yang penting aku bijaksana, tidak aneh dan tidak membuat anak-anak bingung. Yah... itulah cita-citaku! Ah, lega aku sekarang. (Mudah-mudahan cita-citaku tidak berubah lagi).
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: V. Parengkuan.
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR