Di sebuah desa, tinggallah seorang bangsawan dengan anak lelaki bernama Dushan. Dushan disekolahkan di sekolah musik di kota. “Belajarlah yang tekun di kota. Setelah lulus, kembali lagi ke desa ini!” pesan orangtuanya.
Maka Dusham akhirnya pergi ke kota. Ia belajar bermain biola di sebuah sekolah musik ternama. Ia sangat berbakat dan selalu memainkan biolanya. Setiap hari ia bermain biola. Di saat sedang sedih, ia bermain biola sampai kesedihannya hilang. Di saat gembira, ia juga sering main biola sampai gadis-gadis berkeliling menari di sekelilingnya.
Walau sudah ahli bermain biola, Dushan masih merasa belum sukses. Ia belum mau kembali ke desanya. Maka ia pun berpetualang bermain musik dari kota ke kota.
Suatu hari, ia bosan berada di kota yang bising. Maka Dushan pun pergi ke sebuah hutan di dekat desanya untuk menyepi. Ia melewati jalan setapak sambil mendengar suara burung-burung yang merdu.
Tanpa terasa, malam pun tiba. Bulan muncul di ujung pohon tinggi. Di sekeliling Dushan hanya ada pohon-pohon tinggi. Baru saja Dushan ingin mencari tempat untuk beristirahat, tiba tiba terjadi keajaiban.
Pohon-pohon di sekelilingnya berubah. Daun-daun pohon tinggi yang tadinya berupa bayangan, kini bersinar terang. Dahan-dahannya bercahaya bagai perak.
Dushan lalu melihat ada cahaya api di kejauhan. Ia mendekat. Tampak ada gadis-gadis bargaun panjang menari mengelilingi api. Mereka bersayap. Dushan takut. Ia jadi teringat pada legenda Hutan Perak yang sering diceritakan orang-orang di desanya. Legenda tentang bidadari-bidadari penghuni Hutan Perak. Mereka berwajah cantik, namun menjadi kejam jika merasa diganggu manusia. Dushan tak pernah membayangkan, ia bisa tersesat masuk ke dalam Hutan Perak.
Dushan terus menatap para bidadari yang sedang menari di sekeliling api. Ia tidak berani lebih mendekat lagi. Namun ia terpesona dan tidak mau pergi. Akhirnya ia duduk perlahan di bawah pohon oak dan menonton. Ia seperti tersihir dan menunggu apa yang akan terjadi.
Para gadis penari bersayap itu tiba tiba menjauh dari api unggun. Mereka menari di bawah sinar bulan di dekat persembunyian Dushan. Dushan sangat terkejut saat mendengar betapa merdu suara mereka.
“Waaah…” Dushan berseru agak kencang.
Seketika para bidadari cantik berhenti menyanyi. Udara di sekitar berputar karena kepakan panik sayap mereka. Para bidadari mencari pengganggu yang diam-diam masuk ke hutan mereka.
Mereka akhinrya menemukan Dushan di bawah bayangan pohon oak. Mereka mendekat dengan mata menyala marah. Di saat itu juga, tiba-tiba Dushan tidak bisa bicara dan melihat lagi. Dushan merasa dirinya berada di dalam kegelapan. Matanya tidak bisa melihat apapun. Bibirnya pun tak bisa bergerak.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR