Sebelum didirikan Istana Kesultanan Kadriah, daerah Pontianak hanyalah sebuah hutan. Mau tahu bagaimana cerita dibalik berdirinya Istana Kesultanan Kadriah?
Penyebar Islam dari Jawa
Berdirinya Istana Kesultanan Kadriah diawali dengan datangnya seorang penyebar agam Islam dari tanah Jawa (Semarang) yang bernama al-Habib Husein. Saat itu, beliau datang ke Kerajaan Matan (Saat ini menjadi Kalimantan Barat).
Saat datang ke Kerajaan Matan, beliau diangkat menjadi Mufti Kerajaan. Kemudian, beliau menikah dengan salah seorang putri sultan, yakni Nyai Tua. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai seorang anak yang diberi nama Syarif Abdurrahman.
Perselisihan
Akan tetapi, terjadi perselisihan antara Sultan Kerajaan Matan dengan al-Habib Husein. Perselisihan itu membuat al-Habib meninggalkan Kerajaan Matan dan pindah ke Kerajaan Mempawah, hingga akhirnya beliau meninggal di sana.
Posisi beliau digantikan oleh putranya, Syarif Abdurrahman. Akan tetapi, Syarif Abdurrahman memilih untuk meninggalkan Kerajaan Mempawah pada tahun 1771 Masehi. Beliau pergi bersama rombongan yang berjumlah 14 perahu. Kepergiannya itu berujuan untuk menyebarkan agama Islam.
Kerajaan Pontianak
Pada tanggal 23 Oktober 1771, Syarif Abdurrahman bersama dengan rombongannya sampai di muara persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Di tempat itulah, beliau dan para rombongan mulai mendirikan sebuah pemukiman yang diberi nama Pontianak.
Seiring berjalannya waktu, berdirilah sebuah kerajaan bernama Pontianak di daerah itu. Karena sudah menjadi kerajaan, maka dibangunlah Istana Kesultanan Kadriah dan Masjid Sultan Syarif Abdurrahman yang menjadi sistem pemerintahan di daerah itu.
Sistem pemerintahan itu pun terus berjalan cukup lama. Akan tetapi, pemerintahan mulai terganggu saat bala tentara Jepang datang pada tahun 1924. Semenjak itu, mulai terjadi kekacauan hingga pembunuhan sultan dan keluarganya pada tanggal 28 Juni 1944.
Hingga akhirnya, pada tahun 1952, Kesultanan Pontianak bergabung dengan NKRI dan Istana Kesultanan Kadriah pun tak lagi menjadi sistem pemerintahan.
Foto: Creative Commons
Penulis | : | willa widiana |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR