Anik dan kedua kawannya, Nuni dan Ida, bercakap-cakap di rumah Anik. Mereka baru saja melihat foto-foto yang disusun rapi di album.
"Jadi, besok kamu berangkat ke Jakarta?" tanya Ida.
"Ya, aku ikut Mang Udin pedagang jeruk. la biasa berdagang di kereta Karawang - Jakarta. Nanti sampai stasiun Kemayoran, Kak Endah akan menjemputku!" Anik menjawab dengan wajah berseri-seri.
"Oh, beruntung benar kamu. Libur Cawu I ini bisa menginap di Jakarta. Coba kalau aku boleh ikut!" kata Ida.
"Aku pernah ke Jakarta, ke Dufan, tapi tidak menginap!" kata Nuni. "Kali lain, kalau libur sekolah lagi mungkin kamu bisa ikut! Akan kutanyakan pada Kak Endah," kata Anik.
"Kalau dilihat dari foto-fotonya, Kak Endah hebat, ya!" komentar Nuni.
"la kuliah di Jakarta! Sudah semester enam. Sebentar lagi jadi ahli ekonomi!" Anik menjelaskan dengan bangga. Lalu ia membuka album foto.
"Ini Kak Endah sedang menjaga pameran!" Anik menunjukkan foto gadis manis berseragam. "Ini foto di depan kampus. Kak Endah bertiga dengan kawan-kawannya."
"Ini Kak Endah sedang masak di dapur!" kata Anik. "Gaya, masak pakai celemek!"
"Wow, mewah benar dapurnya. Kakakmu tinggal di mana?" tanya Ida.
"Katanya di rumah kontrakan!" jawab Anik.
Ada juga foto Kak Endah di taman bunga, di kamar yang mewah, di halaman rumah dekat kolam renang dan beberapa foto close-up dengan beberapa macam gaya. Mirip bintang film atau pemain sinetron.
"Aku sudah minta pada Kak Endah untuk difoto seperti itu. Katanya ada studio khusus di mana kita didandani dulu!" Anik menjelaskan.
Tak lama kemudian kedua kawannya pamit pulang, tak lupa mengucapkan selamat jalan dan minta dibawakan oleh-oleh.
"Aku tidak lama, kok. Cuma empat hari. Sekarang hari Kamis. Hari Senin aku sudah ada di sini lagi!" kata Anik.
Malamnya Anik tak bisa tidur. Ia sudah menyiapkan pakaian yang ditaruh di tas. Ibu sudah membuatkan dodol dan wajik untuk dibawa ke Jakarta, la membayangkan besok malam mungkin ia sudah tidur di kamar tidur yang mewah seperti yang tampak di foto. Sayang kawan-kawan tak ikut. Kalau bertiga, mereka bisa main air di kolam renang di rumah mewah itu walaupun tak bias berenang.
Esok paginya Anik berangkat.
"Kalau sampai tidak bertemu Kak Endah, diam saja di stasiun dekat loket penjual karcis. Nanti Mang Udin akan menjemput kamu. la akan ikut kereta api sampai ke kota dulu dan kemudian kembali lagi ke stasiun Kemayoran!" pesan Ibu.
Di kereta Anik dapat tempat duduk. la duduk dekat seorang nenek yang akan menengok cucunya di Jakarta. Mang Udin meninggalkan Anik karena ia harus menjajakan jeruk.
"Jeruk manis, jeruk manis. Seratus rupiah satu. Gopek enam, dua belas seribu!" demikian kata Mang Udin sambil membawa karung yang berisi jeruk kecil-kecil. la memberikan empat buah pada Anik.
"Untuk obat haus di jalan!" katanya.
Jak, jik, juk, jak, jik, juk, kereta terus berlari. Semakin mendekat ke Jakarta, kereta semakin padat. Di setiap stasiun lebih banyak orang yang naik daripada yang turun. Untung kipas angin menyala dan jendela-jendeia dibuka.
Akhirnya kereta tiba di stasiun Kemayoran. Anik turun bersama orang-orang lain. Di depan stasiun ia mencari-cari Kak Endah. Anik meletakkan tasnya. la mengusap matanya. Seorang mbak penjual jamu, berkain dan kebaya sambil menggendong bakul jamu mendekatinya. Tangan kirinya memegang ember kecil dari tangan kanannya melambaikan tangan. Rambutnya disanggul.
"Mari, Nik!" ajak Kak Endah. "Tasmu berat, tidak?"
"Eh... tidak, Kak Endah," jawab Anik. "Aku sampai tidak mengenali. Kok jualan jamu?"
Kak Endah tersenyum, "Sore hari Kakak kuliah. Jadi pagi hari Kakak jitelan jamu. Lumayan hasilnya. Ayah tidak usah lagi kirim uang untuk biaya kos dan kuliah," Kak Endah menjelaskan. Mereka terus berjalan.
"Untung hari ini jamu lekas habis. Jadi kita bisa langsung pulang!" kata Kak Endah. "Hari ini kamu istirahat saja. Kalau mau kesibukan, Kak Endah sudah sediakan. Besok hari Sabtu, Kakak tidak kuliah. Kita akan pergi ke foto studio dan ke Dufan. Hari Minggu kita akan pergi ke Taman Mini. Hari Senin Kak Endah antar ke stasiun. Dari stasiun Kerawang kamu naik becak saja ke rumah."
Anik lebih heran lagi ketika mereka memasuki gang-gang sempit dengan rumah berdempet-dempet dan kecil-kecil. Akhirnya mereka tiba di rumah kontrakan. Alangkah bedanya dengan apa yang dibayangkan Anik yang dilihatnya dalam foto-foto.
"Kak Endah bukan tinggal di rumah yang ada kolam renangnya? Seperti dalam foto yang Kakak kirim?" tanya Anik.
Kak Endah tertawa.
"Ah, foto itu kan dibuat di rumah teman kuliah Kak Endah. Waktu itu dia ulang tahun. Jadi Kak Endah bantu memasak, sekalian difoto di dapur, di kamar tidur dan dekat kolam renangnya. Kan, Kak Endah tak pernah mengatakan Kakak tinggal di sana. Kamu kecewa, ya?" kata Kak Endah.
"Tidak, cuma terkejut!" jawab Anik.
"Nah, nanti siang Kak Endah kuliah. Kamu diam saja di sini. Nanti Kak Endah sediakan makanan untuk siang dan malam hari. Sore hari Kak Sinta dan Kak Tatik akan menemanimu. Mereka juga kontrak di sini dan Kakak sudah beri tahu kamu akan datang. Teman sekamar Kakak sedang pulang kampung. Makanya kamu Kakak ajak menginap. Kalau Senin sore ia kembali, kamu sudah tak bisa menginap di sini. Tak ada tempat!" Kak Endah menjelaskan.
Lalu Kak Endah mengajarkan Anik membuat bunga kecil dari pita dan mengikatkannya di kawat kecil. Nanti akan dipasangkan daun dan diikat dengan pita. Jadiiah setangkai bunga yang cantik.
"Ini pesanan orang untuk tanda terima kasih pesta pernikahan. Di sini semua orang sibuk, tak ada waktu yang terbuang sia-sia!" kata Kak Endah.
"Kalau begitu, besok dan lusa Kakak membuang waktu untukku!" kata Anik.
Kak Endah tertawa dan berkata, "Oh, itu sesuatu yang istimewa. Menyenangkan adik tersayang sekali-sekali, boleh kan?"
Diam-diam Anik kagum pada kakaknya, walaupun apa yang dibayangkannya jauh berbeda dengan kenyataan. Kak Endah berani bekerja keras untuk mencapai cita-citanya.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR