Wajah Mimi cemberut. Ani dan Bi Iyah sudah siap-siap berangkat. Kali ini Ani memilih liburan di kampungnya. Dengan begitu Bi Iyah, ibunya, mengambil cuti seminggu.
"Senyum dong, Mi," Mama membujuk. "Masa cemberut melepas Ani dan Bi Iyah pulang!"
"Cuma seminggu kok, Mi. Kami, kan, balik lagi kemari," Bi Iyah menimpali.
"Liburan ini Mimi nggak punya teman main!" rajuk Mimi,
"Mama bisa undang Tanti dan Nia ke sini," kata Mama.
"Mimi mau Ani!" Mimi melotot. Ani, yang setahun lebih tua, teman bermainnya setiap hari. Mereka serumah, bahkan Mama menyekolahkan Ani di sekolah yang sama dengan Mimi. Jadi walau berbeda kelas, mereka tetap bisa bersama pada jam istirahat. Mama geleng-geleng kepala, Mimi tak bisa dihibur lagi.
Sampai Ani dan Bi Iyah berangkat, Mimi masih merajuk. Mama meninggalkannya seorang diri. Tak lama kemudian Mama memanggiinya dari dapur.
"Mi, sini dong, Mama nggak ada teman bicara!" teriak Mama.
Mimi mendekat ogah-ogahan. Dia juga kesepian. Mama kehilangan Bi Iyah, dia kehilangan Ani.
"Duduk di sini, yuk, temani Mama," ajak Mama ketika melihat Mimi berdiri di pintu dapur. Mama menarik sebuah kursi ke dekat meja dapur. Mimi menurut walau masih bergaya merajuk. Dia duduk mematung sampai Mama mengeluarkan seplastik wortel dari tas belanja.
"Mama masak apa?" tanyanya tertarik.
Tangan Mimi terjulur mengambil sebuah wortel yang berbentuk kecil memanjang. Ia sangat suka wortel.
"Sup kesukaanmu."
Senyum Mimi terkembang.
"Cepetan dong, Ma," rengeknya. "Hus, gimana mau cepat, bahan sup dikupas juga belum," tukas Mama.
"Mimi mau bantu?"
"O ya?" Mama tersenyum melihat tatapan putrinya yang tak percaya. Dengan cekatan Mama memotong pangkal wortel yang keras, lalu menunjukkan cara mengupasnya.
Tak berapa lama Mimi sudah sibuk mengupas wortel satu persatu dengan mulut berisik.
"Boleh Mimi yang potong, Ma?" tanya Mimi setelah semua wortel dikupasnya.
"Tentu," jawab Mama, lalu memberi contoh.
"Wah, Ma, Mimi tak bisa tipis-tipis!"
"Tidak apa, daripada tangan Mimi terluka!" kata Mama.
Kemudian Mimi melanjutkan membantu Mama dengan mengupas kentang. Ternyata mengupas kentang lebih sulit. Kentang lebih licin dan tangan jadi kotor kena tanah yang menempel pada kulitnya. Saat memotong kentang terus-terusan menggelincir seakan mau lari kemana-mana.
"Uh, uh," teriak Mimi.
Jerih payah Mimi terbayar sejam kemudian. Mama menghidangkan sepiring sup lezat siap santap di hadapannya.
"Ini masakan Mimi yang pertama!" Mama berseru. Mimi bangga mendengamya.
"Besok Mimi boleh bantu Mama lagi, ya!" pintanya. Hari demi hari berlalu.
Semakin banyak yang bisa dilakukan Mimi untuk membantu Mama. Menggosok meja makan, mengisi air ember cucian Mama, melipat-lipat pakaian yang sudah kering dari jemuran, dan menyirami tanaman bunga.
Tak terasa liburan seminggu telah habis. Ani dan Bi lyah datang pagi-pagi. Mimi menjerit kegirangan.
"Benar kan, Mi, kami datang lagi?" Ani berkata.
"Tahu nggak, Mimi jadi Bi lyah liburan ini!" ujar Mimi dengan bangga.
"Apa?" Bi lyah tak mengerti.
"Mimi membantu saya mengurusi rumah," Mama menjelaskan. "Biasanya Bi lyah yang membantu Mama. Bi lyah nggak ada, ya, Mimi saja jadi Bi lyah," Mimi menambahkan.
Bi lyah dan Ani terpingkal pingkal.
"Saya kira Mimi ngambek seminggu," celetuk Ani.
"Tak usah, ya!" tukas Mimi sembari mulai sibuk membuka tas-tas, kalau-kalau ada oleh oleh untuknya.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Lena D.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR