Ayah, Ibu, Eko, dan Tiwi baru pindah ke rumah baru. Ada tiga hal yang disukai Eko di tempat baru itu. Pertama, dia dapat kamar sendiri. Kedua, Eko senang main tenis meja. Nah, ketika barang-barang diturunkan dari truk, tiba-tiba ada anak laki-laki mendekatinya.
"Kenalkan, aku tetanggamu, Jojo. Kalau mau main tenis meja dan catur, kita bisa main di depan kantor RW di situ!" anak itu menunjuk ke selatan.
"Aku Eko. Kebetulan aku suka main tenis meja," Eko bersyukur di dalam hati. Tanpa dicari, kawan baru sudah datang sendiri. Tuhan memang baik.
Ketiga, Eko paling senang makan buah belimbing. Apalagi yang masak. Nah, di halaman rumah baru itu, di balik pagar, tumbuh pohon belimbing yang sudah berbuah. Ada tujuh buah yang sudah diincar Eko. Ia membungkus satu persatu dengan kertas koran. Namun, pada hari Minggu siang sepulang dari rumah Nenek, ketujuh belimbing itu lenyap.
"Kurang ajar. Ternyata di sini ada pencuri!" kata Eko sewot.
"Sudahlah, Mas, bungkus saja lagi. Kan, masih ada buahnya yang kecil-kecil!" kata Tiwi, adiknya. "Urusan belimbing saja kok repot!"
Terpaksa Eko membungkus lagi sembilan belimbing dengan koran. Ketika sore hari Eko main tenis meja, ia menceritakan soal kehilangan itu pada Jojo.
"Aah, itu soal kecil. Di kampung ini, belimbing masak sampai jatuh ke tanah karena tidak ada yang memetik. Di sepanjang jalan tumbuh pohon-pohon belimbing!" kata Jojo.
"Mana bisa soal kecil?! Pokoknya kalau orang mengambil milik orang lain, itu namanya pencuri. Pencuri harus dihukum karena melanggar hukum negara dan agama!" kata Eko dengan nada tinggi. "Satu buah paku pun, kalau milik orang lain kita ambil, itu tetap mencuri namanya!"
"Cita-citamu jadi hakim, ya?" tanya Jojo sambil tertawa.
Ia seperti mendengar hal yang ganjil. Hati Eko bertambah jengkel. Ternyata sekali lagi Eko belum bisa menikmati belimbingnya. Kesembilan belimbing itu pun lenyap sebelum dipanen. Lagi-lagi Eko ribut.
"Sudahlah, tak usah ribut. Kalau mau tangkap pencurinya, Mas Eko tunggui saja belimbingnya!" usul Tiwi.
"Huh, kali ini akan kuberi pelajaran pencuri itu!" kata Eko kesal
Eko membungkus empat buah belimbing dan menggantungkan karton yang ditulis dengan spidol: MENCURI ITU BERDOSA! Seminggu kemudian keempat belimbing lenyap. Dan di karton ada tulisan: LEBIH BAIK NANTI KUGANTI!
Waaah, Eko benar-benar penasaran. Masak sih, sudah tiga kali membungkus belimbing, belum bisa menikmati buah itu juga.
"Sudahlah, Mas Eko, nanti juga pencurinya bosan. Kalau mau makan belimbing, minta saja Ibu beli di supermarket!" hiburTiwi.
"Aaaah, aku, kan, mau menikmati belimbing pohon ini!" kata Eko. Sekarang Eko menuliskan di karton : MENCURI ITU PERBUATAN TERCELA. MINTA SAJA, PASTI KUBERI. Sekarang Eko membungkus lagi enam buah belimbing.
Ketika buah itu hampir siap di panen, yang hilang tiga buah. Ada tulisan di karton : MAAFKAN, INI UNTUK ORANG SAKIT. Nah, akhirnya Eko berhasil menikmati belimbingnya untuk pertama kali.
"Mas, korespodensinya dengan si pencuri selesai, dong!" kata Tiwi ketika melihat Eko makan belimbing.
"Belum, aku masih mau kenalan dengan si pencuri. Tapi aku ikhlas, karena katanya belimbing itu untuk orang sakit. Mungkin saja ada orang yang sakit darah tinggi dan tak mampu beli belimbing!" kata Eko. Eko kembali membungkus tujuh buah belimbing dan menulis di karton SILAKAN AMBIL SEPUASNYA. SUDAH KUMAAFKAN. BILA PERLU BANTUAN LAIN BILANG SAJA.
Beberapa hari kemudian belimbing itu tidak hilang, tapi ada tulisan : AKU INSAF. YANG SUDAH KUCURI AKAN KUBAYAR (23 BUAH). MINGGU SORE AKU DATANG. Hati Eko berdebar-debar.
Siapakah pencurinya? Anak-anak? Orang dewasa? Tapi, Eko bertekad tidak akan menerima uang pembayaran belimbing itu. Si pencuri sudah insaf, cukuplah itu.
Minggu sore, pintu rumah diketuk. Eko menghambur ke luar. Ingin sekali ia melihat wajah si pencuri.
"Hai, Jo, masuklah. Mau main tenis meja?" tanya Eko sambil membuka pintu. Dikira si pencuri, malah Jojo yang datang. Jojo duduk dan tersenyum.
"Belimbingmu sudah tidak hilang lagi, ya!" kata Jojo.
Eko mengerutkan kening. Kok Jojo tahu? Kan, Eko tidak cerita soal belimbing lagi pada Jojo sejak Jojo bilang itu adalah soal kecil.
"Ko, aku minta maaf. Selama ini aku yang mengambil belimbingmu untuk Mak Ida. Tetangga kita itu, kan, sakit darah tinggi. Aku akan bayar kesalahanku. Hukum saja aku. Suruh aku sikat WC, bersihkan sepedamu atau apa saja!"
Eko terperangah.
"Sudahlah, kau kumaafkan. Tapi apa yang membuatmu insaf?" tanya Eko.
Jojo menghela napas.
"Selama ini aku pikir mencuri belimbing tidak apa-apa. Kalau mencuri ayam dan barang-barang berharga tidak boleh. Tapi kamu mengajarkan, apa yang jadi milik orang lain, walaupun itu sebuah paku, tidak boleh kita ambil.
Sejak itu aku mulai berpikir, mungkin selama ini aku salah. Apalagi kamu tulis bahwa lebih baik minta daripada mencuri. Nah, kalau minta kita dapat, untuk apa mencuri? Kalau kita bisa jadi orang baik, mengapa harus jadi orang jahat?"
Eko terdiam. Rasa hangat mengalir di hatinya.
"Sudahlah, Jo! Yuk, kita bungkus belimbing-belimbing kita!" kata Eko, lalu bergegas mengambil koran bekas.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR