Bangunan berwarna emas berkilau ini tampak megah. Inilah salah satu bangunan suci dan wajib dikunjungi, saat berada di Myanmar.
Pagoda tertua di dunia
Pagoda adalah bangunan suci, tempat beribadah umat Buddha. Pagoda biasanya ada di negara-negara, yang kebanyakan penduduknya beragama Buddha. Nah, salah satunya Pagoda Shwedagon di Kota Yangon, Myanmar.
Oiya, nama Shwedagon itu ada artinya, lo. Kata “Shwe” artinya emas dan “Dagon” adalah nama kota Yangon, dulu. Konon, usia pagoda ini sudah lebih dari 2.000 tahun, lo! Di atas pagoda ini terdapat stupa berlapis emas, yang tingginya 99 meter. Menurut sejarah, awalnya bangunan pagoda ini tidak berlapis emas. Namun, setelah sempat roboh, pagoda ini dibangun kembali. Barulah stupanya diberi lapisan emas seberat 40 kg.
Tempat yang suci
Pagoda Shwedagon merupakan tempat ibadah paling suci. Setiap harinya banyak orang yang sengaja datang untuk berdoa. Mereka berdoa dengan berbagai cara. Ada yang berlutut di depan patung Buddha, ada yang memandikan patung, juga memasang lilin dan dupa.
Selain tempat ibadah, bentuknya yang menarik, membuat banyak orang datang ke sana. Saat ini, Pagoda Shwedagon jadi salah satu objek wisata terkenal di Myanmar. Tak heran kalau banyak wisatawan, yang berkunjung ke sana. Namun, berhubung ini tempat yang disucikan, para pengunjung yang datang harus patuh pada aturan. Apalagi di sana terdapat beberapa benda suci, peninggalan Sang Buddha.
Beberapa aturannya adalah saat masuk area pagoda, harus mengenakan pakaian yang sopan. Juga, melepaskan alas kaki, topi, tidak boleh buang sampah sembarangan, dan tidak boleh berisik.
Kalau berkunjung ke Myanmar mampir ke sana, ya. Pagoda ini ada di bukit Singuttara di atas permukaan laut. Kilau emasnya, tampak dari berbagi sudut Kota Yangon.
Di Indonesia ada replika pagoda ini, lo. Tepatnya di komplek International Buddhis Centre, Taman Alam Lumbini, Desa Dolat Rayat, Brastagi, Sumatera Utara.
Teks: Yanti, Foto: creativecommons.org
Profil Klub Manchester United, Raksasa Inggris yang Hilang Sejak Sir Alex Pergi
Penulis | : | Marisa Febrilian |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR