Seminggu lagi akan diadakan pemilihan dokter cilik di sekolah Runi dan Rudi. Dari setiap kelas akan dipilih 2 orang anak. Hampir semua anak ingin dipilih menjadi dokter cilik, kecuali Rudi. Rudi tidak ingin menjadi dokter karena ia tidak suka bertemu dokter. Setiap kali bertemu dokter, ia selalu dalam keadaan sakit.
“Kita harus selalu bersih supaya dipilih,” kata Runi sebelum pergi ke sekolah.
“Dipilih bagaimana?” tanya Bu Dini ingin tahu.
“Dipilih jadi dokter cilik,” jawab Rudi pelan. Ia tidak seantusias kembarannya.
“Mama dulu juga dokter cilik, lo,” kata Bu Rini bangga.
Seperti anak-anak lainnya, Runi sangat ingin terpilih menjadi dokter cilik. Sudah beberapa hari ini ia menjaga kebersihan pakaiannya. Ia juga rajin menjaga kebersihan kelas. Keinginannya bertambah besar saat tahu ibunya juga pernah menjadi dokter cilik.
“Hari ini kalian akan menjawab beberapa pertanyaan di kertas ini. Jawablah dengan jujur sesuai dengan diri kalian,” kata Bu Guru sambil membagikan kertas.
Di kertas itu, ada beberapa pertanyaan tentang kebersihan, kesehatan, dan juga kepedulian pada sesama. Rudi menduga pertanyaan itu akan digunakan untuk memilih dokter cilik. Ingin sekali Rudi menjawab asal-asalan, namun akhirnya dia tetap menjawab semua pertanyaan dengan jujur.
“Besok akan diumumkan yang akan menjadi dokter cilik. Siapa yang mau menjadi dokter cilik?” tanya Bu Guru.
Dari tempat duduknya, Rudi bisa melihat semua anak mengangkat tangannya. Hanya ia sendiri yang meletakkan kedua tangannya di atas meja.
Esoknya, Bapak Kepala Sekolah mengumumkan siapa saja yang akan menjadi dokter cilik. Setiap nama yang disebutkan, disambut dengan tepuk tangan. Pikiran Rudi melayang ke sebuah ruang rawat di rumah sakit, di mana ia pernah dirawat selama 3 hari. Lamunan Rudi langsung buyar saat ada yang menepuk-nepuk bahunya.
“Rudi, selamat, ya! Kamu terpilih jadi dokter cilik. Mama pasti bangga padamu,” kata Runi.
“Hah? Aku jadi dokter cilik?” tanya Rudi tak percaya.
“Iya. Dari kelas kita yang terpilih Keyla dan kamu,” ujar Runi.
Rudi menyambutnya dengan senyum yang dipaksakan. Rudi berbeda dengan Keyla yang memang bercita-cita menjadi dokter. Keyla selalu menjaga kebersihan setiap hari. Keyla juga mengingatkan teman-temannya untuk mencuci tangan sebelum makan. Keyla selalu membawa cairan pembersih tangan yang dapat digunakan kalau tidak ada air keran.
“Selamat atas terpilihnya dokter cilik. Kalian akan mendapatkan pelatihan setelah mendapat izin dari orang tua,” ucap Bapak Kepala Sekolah.
Bu Dini langsung memberikan izin untuk menjadi dokter cilik. Tidak hanya memberikan restu, Bu Dini juga memberikan jas dokter kecil berwarna putih kusam kekuningan. Jas kecil itu adalah milik Bu Dini saat menjadi dokter cilik. Runi, walaupun tak terpilih, tetap merasa bangga karena sahabat dan saudara kandungnya terpilih.
Beberapa hari setelah itu, para dokter kecil mendapatkan pelatihan khusus setelah jam pelajaran selesai. Mereka belajar tentang kebersihan tubuh, kesehatan sehari-hari, dan juga pertolongan pertama pada kecelakaan.
“Ayo Rudi, lakukan yang terbaik. Ingat teman-teman yang mendukung kita,” bisik Keyla ketika melihat Rudi meletakkan alat-alat kesehatan dengan malas.
Sore harinya, Rudi bergabung dengan teman-teman sekelasnya. Mereka menonton pertandingan sepak bola antar sekolah. Bayu, sahabat Rudi, turut serta dalam tim sepak bola itu. Di tengah keramaian itu, pikiran Rudi masih melayang ke pelatihan dokter cilik. Ia merasa bersalah karena semua dokter cilik semangat sekali untuk belajar, sedangkan ia tidak.
“Ayoooo…. Kejar bolanyaaa!” teriak Runi yang berada di samping Rudi.
Mendengar teriakan saudaranya itu, Rudi segera mengalihkan pandangannya, mencari bola yang sedang diperebutkan di lapangan hijau. Ia melihat Bayu sedang mengejar bola. Di sekitarnya ada beberapa anak lain, baik dari tim yang sama dan tim lawan. Dari kejauhan Rudi melihat Bayu mencoba menghentikan bola, kemudian dia berdiri dengan satu kaki. Detik berikutnya, Rudi melihat Bayu terjatuh. Anak-anak lain yang ikut mengejar itu bertabrakan dan kemudian jatuh menimpa Bayu. Pertandingan pun dihentikan oleh wasit.
Rudi segera berlari ke tempat Bayu terjatuh. Pandangannya terpusat pada Bayu. Sekilas ia melihat Keyla juga ikut berlari tak jauh darinya. Samar-samar ia mendengar, “Beri jalan untuk dokter cilik!”
Sesampai di sana, Rudi melihat Bayu berbaring di tanah. Bayu meringis menahan sakit. Rudi tak tega melihat sahabatnya itu kesakitan. Ia segera mempraktikkan ilmu yang belum lama didapatnya. Rudi memberikan pertolongan pertama dengan bantuan alat-alat yang dibawa Keyla.
“Aku akan panggil dokter,” ucap Keyla sambil meninggalkan Rudi.
Tak lama kemudian, Dokter Herman datang bersama Keyla. Dokter baik hati yang juga menjadi pembimbing para dokter kecil itu segera menolong Bayu. Dalam waktu singkat, kaki Bayu yang terkilir sudah dibalut. Demikian pula dengan lecet-lecet di lututnya. Sementara itu, Rudi membantu teman-teman lainnya.
“Rudi, terima kasih, ya,” ucap Bayu. Kedua sahabat itu kemudian saling menyentuhkan kepalan tangan. Itu adalah salam persahabatan mereka.
“Rudi, kamu memang berbakat jadi dokter,” puji Keyla.
“Iya benar. Untuk menjadi dokter yang diperlukan tidak hanya pintar dan rajin, tetapi juga perlu kepedulian seperti yang kamu tunjukkan,” kata Dokter Herman sambil menepuk bahu Rudi.
Rudi tersenyum mendengar pujian itu. Sekarang, ia suka menjadi dokter cilik. Itu artinya dia bisa membantu teman-temannya yang memerlukan. Rudi bertekad akan menjadi dokter cilik yang baik.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.
Cara Bersikap terhadap Barang yang Dipakai, Materi Kelas 4 SD Kurikulum Merdeka
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR