Pak Gendut duduk di tokonya. Wajahnya cemberut, tangannya bertopang dagu.
"Heran, semenjak Kadir pergi, toko ini sepi," gumamnya kesal.
Kadir adalah bekas pelayan tokonya. Ia berhenti bekerja pada Pak Gendut karena disuruh pulang kampung oleh orang tuanya. Tampaknya Kadir tak akan kembali.
"Huh!" gumam Pak Gendut sambil memukul meja. Tindakan Pak Gendut ternyata mengagetkan dua anak, yang sedang memasuki tokonya.
"Hai, Nak! Mau beli apa?" tanya Pak Gendut tak ramah.
"Permen empat buah, Pak Gendut," sahut salah seorang anak. Sementara itu temannya memandang cemas pada Pak Gendut.
Dengan malas Pak Gendut melayani pembeli itu. Lalu, ia melihat kedua pembeli kecil itu berbisik-bisik.
"Bicara apa kalian?" hardiknya dengan wajah marah.
Kedua anak itu cuma tersenyum kecil. Lalu mereka meraih permen yang dibelinya. Dengan gesit mereka berlari. Tetapi, setibanya di pintu toko, mereka berhenti.
"Senyum, dong, Pak Gendut!" teriak mereka.
"Jangan cemberut saja, nanti cepat tua!" ujar mereka lagi.
Pak Gendut menggeleng-gelengkan kepala. Ia sangat kesal.
"Mau senyum, mau cemberut, itu bukan urusan mereka. Ini, kan, wajahku," gerutunya dalam hati.
Sebenarnya toko Pak Gendut tidak sepi sama sekali. Sesekali masih ada pembeli yang datang. Tetapi, dibanding dulu memang berbeda. Sewaktu masih ada Kadir, banyak anak-anak membeli sesuatu di tokonya. Entah membeli permen, kue-kue, atau minuman. Letak toko Pak Gendut memang menguntungkan, dekat sekolah. Apalagi harga barang di tokonya lebih murah disbanding toko lain. Juga mutu barangnya baik. Pak Gendut punya keyakinan, biar laba sedikit asal laku banyak.
Tetapi sekarang! Sudah mengambil laba sedikit, pembeli yang datang pun sedikit. Kalau begini terus, celaka! Pak Gendut sedih memikirkan semua itu. Wajahnya tampak muram, tak sedap dipandang.
Pak Gendut tak tahu, kalau itu membuat wajahnya jelek.
Beberapa hari kemudian, cucu Pak Gendut datang. Cucu Pak Gendut adalah gadis kecil bernama Ami. Ami akan menginap di tempat kakeknya selama liburan sekolah. Sepanjang hari, Ami menemani kakeknya di toko.
"Mau beli apa?" Begitu Ami menyapa calon pembeli dengan ramah. Setiap melayani pembeli Ami tak lupa tersenyum. Tak jarang, Ami menyambut tamunya di pintu toko.
Beberapa hari kemudian, toko Pak Gendut kembali dikunjungi banyak pembeli. Keadaan ini benar-benar menggembirakan Pak Gendut. Wajahnya kelihatan selalu ceria. Pak Gendut menganggap, kehadiran Ami-lah yang membawa keberuntungan.
Saat makan malam, Pak Gendut berkata pada Ami. "Kau membawa keberuntungan untuk toko Kakek. Kakek tak tahu, apakah toko Kakek akan sepi kembali setelah kau sudah pulang?"
"Lo, apakah toko Kakek sebelum ini selalu sepi?" tanya Ami terkejut.
Pak Gendut mengangguk. Lalu katanya, "Tapi sewaktu masih ada Kadir, banyak pembeli yang datang. Jadi kesimpulan Kakek, kau dan Kadir membawa keberuntungan buat Kakek. Kalau kau pergi, Kakek yakin toko ini akan sepi lagi," kata Pak Gendut.
Ami terdiam. Lalu ia kelihatan berpikir. Katanya kemudian,
"Memang mungkin toko Kakek akan sepi lagi, setelah Ami pergi. Tapi sebenarnya, semua tergantung pada Kakek sendiri," kata Ami.
"Maksudmu?" tanya Pak Gendut tak mengerti.
"Ami tahu mengapa toko Kakek sepi. Beberapa hari yang lalu, saat Ami bam tiba di toko Kakek, Ami melihat Kakek sedang cemberut. Mungkin, itu sebabnya orang-orang enggan berbelanja di toko ini. Mereka takut melihat wajah Kakek yang tak ramah. Kalau Kakek sedang di toko, senyum dong, Kek! Pembeli senang, lo, pada penjual yang ramah. Kakek pasti pernah dengar, ungkapan 'pembeli adalah raja'. Jadi kita mesti tetap ramah, walaupun pembeli cerewetnya bukan main," kata Ami.
Pak Gendut terdiam mendengar kata-kata Ami. Lalu mengangguk-angguk.
"Kamu benar, Ami! Kalau Kakek ingat-ingat, Kakek memang kurang ramah selama ini. Mungkin karena Kakek capek harus melakukan semuanya sendiri semenjak Kadir pergi. Maklumlah, Kakek, kan, sudah tua. Tapi, terima kasih cucuku. Kau sudah menyadarkan Kakek. Kau memang cucu Kakek yang pandai," puji Pak Gendut.
"Sebaiknya Kakek segera mencari seorang pelayan baru. Jadi Kakek tidak terlalu capek," kata Ami.
"Ya, Kakek akan segera melakukan apa yang kausarankan. Mencari pelayan toko yang rajin dan ramah. Juga selalu ingat, 'pembeli adalah raja'. Selain itu, Kakek harus selalu tersenyum pada setiap pembeli. Bukan begitu cucuku?" ujar Pak Gendut sambil mencubit pipi Ami.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Renny Yaniar.
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR