Puspita baru sampai di rumah Bu Guru Suka pagi itu. Hari yang menegangkan untuk Puspita karena ia akan mengikuti lomba sinopsis tingkat Kota Denpasar. Hari-hari sebelumnya, Puspita sudah dilatih oleh Bu Guru Suka untuk bisa menulis sinopsis. Walaupun Bu Suka tidak menuntut untuk mendapatkan juara, tetapi Puspita sangat ingin memberikan piala untuk sekolahnya.
“Kamu pasti bisa!” kata Bapak memberi semangat. Puspita mengangguk dan mencium tangan Bapak.
“Bapak pulang dulu ya,” kata Bapak. Motor Bapak pun melaju meninggalkan Puspita di depan gerbang kecil rumah Bu Suka. Di sana, sudah ada Bu Suka dan anak pertamanya yang menyiapkan mobil. Seperti biasa, kalau ada yang mewakili sekolah untuk lomba yang lokasinya agak jauh, pasti diantarkan oleh mobil Bu Suka.
Mobil pun melaju meninggalkan rumah Bu Suka. Puspita masih mematung karena ia memang sangat gugup.
“Kok, bengong?” tanya Bu Suka.
“Hehehe, enggak apa-apa Bu,” jawab Puspita.
“Kan sudah berlatih. Kamu pasti bisa. Lagi pula kita masih punya waktu 1 jam, paling 30 menit lagi kita sampai di sana. Kamu bisa menenangkan diri 30 menit kemudian,” kata Bu Suka seperti membaca perasaan gugup Puspita.
Bu Suka menyadari bahwa lomba ini memang sangat menantang untuk kelas 5 SD. Tiap peserta akan diberikan waktu dua jam untuk membaca sebuah buku cerita yang cukup tebal. Lalu satu jam berikutnya, peserta harus menulis sinopsis pada lembar kertas yang dibagikan. Bukan hanya itu, nantinya akan ada waktu tanya jawab antara para juri dan peserta tentang buku yang dibuatkan sinopsis itu. Sampai hari-H lomba, peserta tidak akan tahu buku apa yang akan dibagikan.
Tak terasa, Bu Suka dan Puspita sampai di Dinas Pendidikan Kota Denpasar, di Jalan Mawar. Perasaan Puspita semakin bercampur aduk. Bu Suka dan Puspita melambaikan tangan kepada Kak Ade yang telah mengantar. Mereka pun menyeberang ke arah dinas.
Tak seperti biasanya, kantor dinas begitu sepi pagi itu. Ruangan yang tertera di surat undangan pun kosong. Bu Suka segera mencari petugas di ruangan lain.
“Pak, lomba sinopsis di ruangan mana, ya?” tanya Bu Suka.
“Lomba sinopsis?” tanya Bapak itu dengan wajah bingung.
Bu Suka pun menunjukkan surat yang ia bawa.
“Wah, akan saya tanyakan dulu,” kata Bapak itu sambil masuk ke dalam ruang tata pegawai.
Perasaan Puspita tidak enak, begitu pula dengan Bu Suka. Seorang wanita keluar dari ruangan dengan wajah cemberut.
“Bu, maaf… Lomba ini sudah dipindah tempat penyelenggaraannya. Jadi di kantor dinas pendidikan provinsi, yang di daerah Renon,” kata wanita itu.
“Hah? Kok, saya tidak mendapatkan informasinya? Bagaimana ini?” tanya Bu Suka panik, karena tinggal 15 menit sebelum lomba dimulai.
“Kami sudah berusaha infokan kembali melalui telepon kemarin pagi, Bu. Tetapi tidak ada yang mengangkat telepon,” jawab wanita itu.
Bu Suka baru teringat kalau telepon rumahnya memang agak bermasalah. Puspita hanya bisa diam. Jantungnya berdegup lebih cepat dan lebih kencang. Apakah ia akan batal ikut lomba?
Bu Suka segera menghentikan taksi yang lewat. Ia meminta supir untuk segera mengantar ke tempat yang dimaksud. Bu Suka berusaha menutupi kecemasan karena pasti mereka terlambat tiba di tempat lomba. Namun, Puspita bisa merasakan kecemasan Bu Suka. Puspita pun semakin cemas.
Pukul 09.20, mereka sudah terlambat 20 menit dari waktu dimulainya lomba. Dengan setengah berlari, Bu Suka segera menghampiri panitia lomba dan menjelaskan apa yang terjadi. Puspita tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan Bu Suka. Ia sangat takut kalau ia gugur sebelum ikut lomba.
“Puspita, kamu tetap boleh masuk, tetapi tidak ada waktu tambahan untuk kamu membaca bukunya. Kalau yang lain dua jam, kalau kamu jadinya hanya satu jam tiga puluh menit. Bagaimana? Kamu masih mau ikut lomba?” tanya Bu Suka sambil mengelus kepala Puspita.
Puspita segera mengangguk. Ia pasti bisa menyelesaikan bacaan dalam waktu yang tersisa. Ia pernah berlatih sebelumnya dan selalu bisa lebih cepat.
“Tarik nafas pelan-pelan dulu, baru mulai membaca, ya. Ibu yakin kamu bisa,” kata Bu Suka sambil tersenyum.
Puspita segera masuk ke ruangan. Sejenak, para peserta mencuri pandang padanya yang datang terlambat. Namun, ia langsung fokus pada bacaan. Awalnya, jantung masih berdegup sangat kencang karena gugup dan baru saja berlari. Namun, perlahan-lahan bisa mereda.
Hanya juara satu yang nantinya akan mewakili kota Denpasar untuk ke tingkat provinsi. Puspita sempat ragu, tetapi ia lawan keraguan itu untuk terus berjuang.
“Bu, kalau belum dapat juara, maaf ya,” kata Puspita pada Bu Suka setelah usai lomba. Ia masih tak yakin hasil bacaan dan sinopsisnya bisa mendapat nilai yang bagus untuk jadi juara.
“Kamu masih mau melanjutkan lomba saja, itu sudah hebat,” kata Bu Suka sambil tersenyum. Puspita mengangguk dan tersenyum.
Ketua juri pun naik ke atas panggung. Entah kenapa, Puspita tidak gugup mendengar hasil lomba nantinya. Ia sudah berusaha sebaik mungkin.
Betapa kagetnya Puspita dan Bu Suka ketika ketua juri memanggil nama Puspita sebagai juara kedua dalam lomba sinopsis se-kota Denpasar. Puspita masih tak percaya hingga akhirnya piala itu ada di tangannya.
Dari arah panggung, Puspita tersenyum kepada Bu Suka. Ia semakin yakin bahwa Tuhan selalu melihat setiap usaha. Bu Suka pun bangga, tetapi ia juga belajar sesuatu. Ia harus memastikan berbagai ketentuan lomba sebelum berangkat, agar tidak terlambat seperti tadi.
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR