Alkisah, ada seorang petani. Dia hanya mempunyai seorang putri. Kelak putri ini akan mewarisi semua hartanya. Suatu ketika, entah dari mana, muncullah tiga anak muda di rumahnya.
Kata mereka kepada petani itu, "Kalau kami datang lagi, kau harus punya tiga orang putri untuk kami. Kalau tidak ada, maka kau akan kami sakiti!"
Apa yang harus diperbuatnya? Putrinya hanya satu. Dari mana dia mendapat dua lagi? Petani itu ketakutan dan bingung.
Suatu hari, ketika dia pergi ke kota dengan gerobaknya, dia menyusul seorang kakek. Kakek itu berkata, "Bolehkah aku menumpang?"
Petani menjawab, "Naiklah."
Lalu petani itu diam saja. Tak berbicara sepatah kata pun.
"Kenapa kau begitu sedih dan kenapa kau tak mau bicara denganku?" tanya si Kakek. "Aku amat bingung sehingga aku tak tahu apa yang harus kubicarakan," jawab petani.
"Coba ceritakan kenapa kau bingung," kata kakek itu lagi. Petani lalu menceritakan tentang tiga anak muda yang datang ke rumah.
“Oh, kau tak usah takut, akan kutunjukkan jalan keluarnya. Nanti malam, kau harus mengurung seekor kuda, seekor kambing dan putrimu, di rumahmu! Dan besok pagi kau akan melihat apa yang terjadi!" kata kakek.
Alangkah senang petani itu. Malam harinya, ia mengurung seekor kuda, seekor kambing dan putrinya di dalam sebuah kamar. Ketika keesokan paginya dia membuka pintu kamar itu, ia menemukan tiga orang gadis di dalamnya. Ketiga-tiganya persis sama. Mereka tidak bisa dibedakan satu sama lain. Dan sama-sama mereka memanggilnya "ayah".
Tidak lama kemudian, ketiga anak muda datang lagi. Masing-masing menikah dengan salah seorang putri petani. Setelah itu mereka pergi membawa istrinya masing masing. Siapa mereka dan ke mana mereka pergi, petani tidak tahu. Sebab ia tidak mengenal mereka.
Setelah beberapa tahun berlalu, petani itu rindu kepada putrinya. Ia ingin bertemu dengannya. Dia pun berangkat untuk mencarinya. Namun dia tidak tahu, ke arah mana ia harus pergi. Dulu dia hanya melihat bahwa mereka pergi ke arah utara. Maka dia pun menuju ke arah itu. Ketika sudah semakin jauh berjalan, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang memecah batu.
"Selamat bekerja!" kata petani.
"Terima kasih! Kau mau ke mana?" jawab laki-laki itu.
"Aku sedang nencari putriku," kata petani.
"Nah, akulah menantumu," kata laki-laki itu. "Ayo, kita ke rumahku!" ajaknya.
Dia pun sampai di rumah putrinya, yang bersuamikan tukang batu itu. Rumah mereka kotor dan jorok. Panci-panci, piring, mangkok dan meja, semua menjijikkan. Di lantai rumah banyak betebaran rumput. Putrinya menghidangkan makanan untuknya, tapi tidak dimakannya, karena terlalu kotor. Di dalam hati dia berkata, "Ini tentu putriku yang berasal dari kambing."
Dia pun pamit dari putri dan menantunya itu, dan melanjutkan perjalanan untuk mencari putrinya yang asli.
Dalam perjalanan dia pun bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang menebang kayu di dalam hutan. Laki-laki itu bertanya, "Mau ke mana, Pak?"
Petani itu menjawab, "Aku sedang mencari putriku."
Penebang kayu langsung mengenalinya sebagai mertuanya. "Nah," katanya, "akulah menantumu. Tidak kenal lagi kepadaku?"
Petani lalu diajak ke rumahnya untuk menemui istrinya.
Istrinya menyambut kedatangan ayahnya. Tapi dia tak hentinya meringis dan ketawa. Petani itu pun berkata dalam hatinya, "Ini tentu putriku yang berasal dari kuda!" Dia pun pamit dari menantu dan putrinya lalu melanjutkan perjalanannya.
Akhirnya dia bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang membajak ladangnya. Laki-laki itu ternyata menantunya. la langsung mengenali ayah mertuanya. "Mau ke mana, Pak?" tanya laki-laki itu.
"Aku sedang mencari putriku," jawab petani. "Nah," kata menantunya, "akulah menantumu. Mari kita ke rumah!"
Ketika mereka tiba di rumah, putrinya langsung menyambut petani itu dengan penuh haru dan gembira. Di rumah itu semua kelihatan bersih, rapi dan menyenangkan. Tentu saja dia ingin menginap di situ bersama istrinya. Petani itu pun segera pulang menjemput istrinya lalu bersama-sama mereka kembali ke rumah menantu mereka dan putrinya yang sebenarnya.
Demikianlah mereka menginap di sana beberapa waktu lama. Dan selama mereka menginap di sana, mereka mengalami hari-hari yang menyenangkan.
Sumber: Arsip Bobo.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR