Dahulu kala, di sebuah dusun kecil, di Provinsi Yamato, tinggal seorang laki-laki bersama istrinya. Tadinya mereka orang berada yang tinggal di kota. Hidup mereka senang dan mewah. Kemudian mereka berturut-turut mengalami kemalangan, sehingga jatuh miskin. Terpaksalah, mereka pindah ke dusun kecil itu.
Mereka mempunyai seorang putri yang cantik jelita. Putri itu begitu cantik sehingga orang yang melihatnya merasa kagum. Pada suatu hari, si ayah meninggal dunia. Tidak lama setelah itu si ibu pun sakit.
"Kalau aku mati, bagaimana dengan putriku? Dia amat cantik tapi miskin. Aku khawatir ia akan mengalami kesulitan. Gadis-gadis lain yang jri padanya, akan berusaha mencelakakannya," pikir si Ibu.
Ketika saat kematiannya sudah dekat, si ibu memanggil putrinya. Putrinya itu diberi petuah, agar selalu bersikap baik dan jujur. Lalu, ia menyuruh putrinya mengambil tong kayu bulat yang berada di luar rumah, di dekat pintu.
Gadis itu mengambil tong kayu itu dan memberikannya kepada ibunya.
Ibunya lalu menelungkupkan tong kayu itu di kepala putrinya, hingga separuh wajahnya tertutup. Maka tidak ada orang yang tahu betapa cantiknya dia. Ibu itu menyuruh putrinya berjanji bahwa ia untuk selamanya tidak akan melepaskan tong kayu itu dari kepalanya. Setelah berkata demikian, si ibu merebahkan diri dan mengembuskan napasnya yang terakhir.
Kini gadis yang malang itu hidup sebatang kara. Setiap hari dia bekerja di ladang seorang petani. Ia mengerjakan pekerjaan yang berat-berat tanpa mengeluh. Karena ia selalu memakai tong kayu di kepalanya, orang-orang memanggilnya "Hatshibime". Artinya “gadis bertopi tong kayu”.
Suatu hari ketika sedang bekerja di ladang, seorang tuan tanah melihatnya.
"Dia seorang pekerja yang baik dan rajin," gumam Tuan Tanah. Ketika melihat gadis itu sangat sopan, ia membawanya pulang dan memperkenalkannya kepada istrinya. Istri Tuan Tanah sudah bertahun-tahun sakit. Ia terbaring saja di tempat tidur. Hatshibime ditugaskan untuk merawatnya. Sejak saat itu hidup Hatshibime mulai agak senang.
Tak berapa lama, putra sulung Tuan Tanah pulang ke rumah. Dia telah banyak menimba ilmu di rantau. Putra Sulung tertarik pada Hatshibime. Sebab orang-orang bercerita kepadanya, gadis itu tidak pernah melepaskan tong kayu itu dari kepalanya. Orang-orang menertawakan Hatshibime. Kata mereka dia tidak waras.
Suatu malam, Putra Sulung diam-diam mengintip ke balik tong kayu. Ia melihat wajah Hatshibime yang cantik jelita. Putra Sulung segera memutuskan mau menikah dengan Hatshibime.
Namun ketika Tuan Tanah dan istrinya mendengar keinginan putra mereka, mereka tidak setuju. Karena Putra Sulung tetap mau menikah dengan Hatshibime, maka hari perkawinan mereka pun ditetapkan. Hatshibime sebenarnya sedih karena Tuan Tanah dan istrinya tak setuju ia menjadi istri si Putra Sulung.
Dia menangis terus-menerus dan mohon kepada Putra Sulung agar menikah dengan gadis lain saja. Suatu malam, Hatshibime bermimpi didatangi ibunya. Ibunya berkata, "Anakku sayang, menikahlah saja dengan Putra Sulung. Segalanya akan menjadi baik!"
Hatshibime merasa senang. la turut membantu mempersiapkan pesta perkawinannya. Ketika hari perkawinan tiba, tong kayu itu mau dilepaskan dari kepala si pengantin wanita. Tetapi, oh ... tong kayu itu tak bisa dilepas. Hatshibime menjerit-jerit kesakitan. Gadis-gadis dan pemuda-pemuda desa mengejek dan menertawakannya.
Tetapi, Putra Sulung berkata, "Aku tetap mencintaimu walaupun kau bertopi tong kayu." Upacara perkawinan pun terus dilanjutkan. Setelah itu diadakan pesta makan yang meriah. Semua tamu duduk di meja bersantap. Ketika para tamu mengangkat gelas minum mereka sambil memohon keselamatan bagi pengantin wanita, tiba-tiba ... tong kayu meledak dengan suara yang bergemuruh. Kepingan-kepingannya berhamburan di lantai. Ketika kepingan-kepingan itu dipungut dan diamati, ternyata kepingan itu berupa intan permata dan perhiasan-perhiasan yang berharga. Semua itu menjadi mas kawin untuk Hatshibime.
Tetapi... yang paling menakjubkan adalah ketika para tamu melihat wajah Hatshibime. Mereka mengagumi kecantikan Hatshibime.
Para tamu merasa gembira. Mereka bernyanyi dan berpesta hingga pagi. Selanjutnya Hatshibime dan si Putra Sulung hidup berbahagia sampai akhir hayatnya.
Sumber: Arsip Bobo.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR