Tahukah Teman-teman apa yang menjadi maskot di Jawa Tengah? Yap, namanya ada burung kepodang emas. Burung ini memiliki karakteristik yang menarik sehingga pemerintah di Jawa Tengah menjadikannya sebagai maskot. Apa saja yang menarik dari burung ini, ya?
Ciri-ciri Burung Kepodang
Kepodang emas atau dalam bahasa latin bernama Oriolus chinensis memiliki ciri uatama yaitu bulu berwarna kuning keemasan dengan corak hitam di kepala. Paruh burung ini memanjang dan berwarna putih seperti gading dengan panjang badan mencapai 25 sentimeter dari paruh hingga ekornya.
Burung Kepodang Tiga Kali Berganti Warna Bulu
Burung kepodang yang masih muda memiliki warna yang lebih gelap dan disebut sebagai kepodang batu. Bulu-bulu kepodang batu yang berwarna gelap akan rontok dan berganti menjadi bulu berwarna kuning yang semakin jelas dan terang saat dewasa. Fase ini disebut dengan kepodang kapur, karena warnanya menyerupai kapur.
Perubahan warna burung kepodang masih berlanjut hingga menjadi warna keemasan yang disebut sebagai kepodang emas. Ini muncul setelah burung tersebut berusia 1,5 tahun.
Menyimpan Mitos Bagi Ibu Hamil
Burung kepodang emas memiliki bulu yang sangat indah, rapi, dan rajin membersihkan diri. Karena itu, muncullah mitos yang mengatakan bahwa ibu hamil yang memakan daging burung ini akan melahirkan anak yang tampan atau cantik nantinya. Mitos ini masih dilakukan sampai sekarang, saat ritual ‘selametan tujuh bulanan’ kehamilan.
Sebagai Simbol Kejayaan dan Kemakmuran
Kepodang emas sering dipelihara sebagai burung hias yang harganya cukup mahal dan kini jumlahnya sudah langka. Burung ini dipercayai masyarakat Jawa sebagai lambang keselarasan, kekompakan, dan budi pekerti. Warna bulunya yang kuning keemasan selaras dengan simbol kejayaan dan kemakmuran. Ini lah yang membuat burung kepodang emas dulunya banyak dimiliki oleh pembesar-pembesar Jawa.
Suara burung kepodang sangat nyaring dengan kicuannya yang mirip dengan suara seruling atau siulan. Bunyi paruh burung ini terdengar seperti “ckckck” yang cukup keras. Selain itu, dia juga pandai sekali menirukan suara burung lain, seperti menirukan suara burung ciblek dan prenjak.
Penulis | : | Yomi Hanna |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR