Veya, si berang-berang, sangat sedih. Sepupunya memiliki mantel berbulu emas. Tetangganya memiliki syal berwana lumut indah. Sementara Veya tidak memiliki apa-apa. Ia hanya punya kulit berwarna cokelat, yang tak bisa dibedakan dengan tanah di permukaan bumi.
Selain tak punya apa-apa, tubuh Veya juga cukup kecil. Hampir semua penghuni hutan tidak memerhatikannya. Tak ada pula berang-berang yang au bermain dengannya. Ia mendapat julukan Si Cokelat Polos.
Ini sangat tidak adil!
Veya sedih sekali. Ia ingin sekali menjadi berang-berang yang cantik supaya punya banyak teman. Ia ingin sekali saudara-saudara dan teman-temannya memerhatikannya. Veya ingin mereka melihat bahwa ia memiliki hati yang cantik walau ia tak punya apa-apa. Sayangnya, memang tak ada yang tertarik padanya.
Veya yang malang tidak pernah diundang ke pesta manapun. Walau diundang, ia pun tak bisa datang karena tak punya mantel atau syal bulu yang indah. Veya duduk murung di jendelanya dan menonton para berang-berang yang akan ke pesta.
“Satu malam lagi di rumah sendiri!” keluhnya.
Satu pagi, Veya berlindung di balik batu air terjun. Tiba-tiba, ia melihat gadis cantik di tepi sungai. Apakah itu peri dari kahyangan, pikir Veya. Rambutnya berhias sekuntum bunga indah.
Si cantik itu membungkuk di atas air sungai dan minum. Dia mengisi tangannya yang tertangkup dengan air segar. Veya sangat kagum hingga ia tidak sadar kakinya tergelincir. Dia tidak bisa mencengkram di batu yang licin dan jatuh ke dalam air. Dia mendarat tepat di tangan wanita cantik itu.
Veya terbaring di tangan itu dengan gemetar ketakukan. Dia mengira gadis itu akan marah. Makhluk cantik seperti itu, pasti akan menganggap dia seekor beaver yang menjijikan.
“Hai, beaver yang sedikit ceroboh!” kata gadis cantik itu ramah. Ia tersenyum dan mengangkat Veya dengan lembut. Dengan lembut juga, ia meletakkan Veya di tepi sungai. Sebelum melepaskan Veya, ia mencium Veya dan berkata, “Pulanglah dengan hati-hati, beaver kecil yang cantik.”
Kata-kata itu membuat Veya tersipu malu dengan kebahagiaan. Belum pernah ada yang berkata ia cantik. Veya bergegas pergi dan bersembunyi di semak-semak. Betapa baik dan ramahnya gadis cantik itu, pikir Veya. Dari mana dia datang?
Keesokan harinya, Veya kembali ke tepi sungai dekat air terjun itu. Dia memetik dua kuntum bunga yang besar. Dia akan memberikannya pada gadis cantik yang ramah itu sebagai tanda terimakasih.
Veya gembira karena gadis itu ada lagi di tepi sungai. Kali ini, ia mengenakan baju berwarna cerah. Ia memetik sekuntum bunga dan menyisipkannya di rambutnya.
Dengan malu, Veya memberikannya dua kuntum bunga. Gadis cantik itu berseru gembira, dan mengambil bunga dari Veya. Melihat senyum itu, Veya menjadi berani dan mencium gadis itu.
Veya tersipu melihat keberaniannya sendiri. Ia lari dan bersembunyi.
“Veya, kamu mengalami kemajuan pesat. Dulu kamu pemalu, tapi sekarang kamu sudah berani memberikan seseorang bunga. Apa yang terjadi pada diriku?” pikir Veya keheranan sendiri.
Keesokan harinya, Veya si beaver kecil kembali ke tepi sungai itu. Sekali lagi ia bersyukur, karena gadis cantik itu ada lagi di tepi sungai itu. Ah, namun, kali ini gadis itu sedang menangis sedih sambil membungkuk di tepi sungai.
Veya segera menghampirinya.
“Ada apa, gadis cantik? Apa aku bisa membantumu?” tanya Veya.
Ketika gadis itu melihat Veya, dia berkata di tengah isak tangisnya,”Temanku yang manis, bisakah kau menyelam dan mengambilkan cincin emasku yang terjatuh? Tanpa cincin itu, aku tidak akan bisa kembali ke negeri peri.”
Ah, jadi gadis itu memang peri, pikir Veya. Tanpa pikir panjang, ia segera menyelam ke dasar sungai. Membutuhkan waktu untuk Veya menemukan cin-cin yang terkubur didalam pasir. Untuk mengeluarkannya, Veya harus menggali lama. Veya cukup lama berada di dasar sungai.
Sesaat kemudian, ia muncul ke permukaan air dan memberikan cincin emas pada peri cantik itu. Karena kelelahan, Veya pingsan di tangan peri itu.
Peri cantik itu terharu melihat Veya yang telah berkorban untuknya. Ia meniup wajah Veya dan meletakkan Veya di tepi sungai.
Beberapa saat kemudian, Veya tersadar dan membuka matanya. Veya bahagia saat melihat senyum peri itu.
Sekali lagi peri itu tersenyum. Namun ia lalu menghilang dengan misterius. Di saat itu, terjadilah keajaiban. Hujan bunga-bunga yang indah jatuh di atas Veya. Veya melihat bunga-bunga dengan kagum. Dia mencoba menangkap bunga itu, tetapi setiap dia menyentuhnya, bunga itu meleleh.
Tanpa sengaja, Veya melihat bayangannya di air sungai. Ia sungguh terkejut. Di bawah hujan bunga, bulu Veya berubah menjadi keemasan. Secara bersamaan, tubuhnya juga tumbuh besar.
Peri itu telah mengubah Veya menjadi cantik. Veya bergegas pulang dan bertemu dengan saudara-saudaranya. Mereka semua heran melihat Veya telah berubah menjadi beaver yang cantik.
Di dalam hati, Veya berharap bisa bertemu peri cantik itu lagi. Peri itu, telah membuat Veya menjadi lebih percaya diri dan bahagia.
Teks: Rizki
Dok. Majalah Bobo
Source | : | (Dok. Majalah Bobo / Fabel) |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR