Sore hari habis hujan memang indah. Langit berwarna oranye pekat bercampur merah. Angin juga jadi sejuk. Robi dan Tobi sedang asik membaca komik di serambi rumah.
Suara motor Ayah memasuki rumah.
“Ayaaah…” teriak Robi dan Tobi sangat kompak.
“Hai anak-anak Ayah yang hebat!” sapa Ayah.
Sambil menungu Ayah bersiap-siap Robi dan Tobi membantu Ibu menata meja makan untuk makan malam. Tak lama, Ayah datang dengan senyum khasnya.
Makan malam dimulai. Masakan Ibu yang enak membuat semuanya begitu menikmati makan malam. Selalu bagitu sambil sendok terakhir.
“Enak sekaliiii….” kata Robi. Tobi pun mengangguk setuju.
“Kalian sudah dengar berita di sekolah hari ini?” tanya Ayah.
Robi dan Tobi saling menatap. Berita apa gerangan yang dimaksud Ayahnya yang bekerja sebagai kepala sekolah di SD tembat Robi dan Tobi bersekolah.
“Berita tentang Kakak Nila yang juara berenang?” tanya Robi. Ayah menggeleng.
“Atau berita tentang Tito yang akan pindah sekolah ke luar negeri?” tanya Tobi. Ayah pun menggeleng.
Ibu, Robi, dan Tobi menatap Ayah, menunggu jawaban. “Pagi ini, kita menemukan beberapa buku di perpustakaan telah dicuri, begitu pula dengan koran dan majalah,” kata Ayah.
“Haaah? Pantas tadi ramai para guru ke perpustakaan,” kata Tobi.
“Dan perpustakaan juga tutup sepanjang hari,” tambah Robi.
“Iya benar. Ada yang masuk dari jendela belakang dan mencuri buku, koran, dan majalah. Namun, anehnya mereka mengambil di kardus yang memang isinya sudah tidak terpakai lagi. Walaupun begitu, sekolah harus tetap waspada,” kata Ayah.
Robi dan Tobi mengangguk. Mereka penasaran dengan kejadian tersebut, bahkan membuat mereka tak bisa tidur, “Siapa ya Rob yang mengambilnya?” tanya Tobi. “Ntahlah, tapi kita harus cari tahu,” kata Robi.
Keesokan harinya Robi dan Tobi menuju perpustakaan yang sudah buka seperti biasa. Mereka menuju jendela yang diduga jadi tempat masuknya pencuri. “Dia masuk darisini Rob,” kata Tobi. Robi mengangguk.
Tak ada tanda-tanda jejak kaki disana ataupun petunjuk lainnya. Robi dan Tobi memutuskan kembali ke halaman sekolah.
“Untuk apa yah mereka mengambil majalah, koran, dan buku-buku itu?” tanya Robi.
“Dijual?” tanya Tobi.
“Bisa saja begitu, tetapi mungkin ada yang lain. Lagipula kalaupun mau dijual pasti jauh dan uangnya tidak seberapa,” kata Robi curiga.
“Benar juga, jadi untuk apa ya…?” tanya Tobi.
Ciiuuuuuuuttt Duaarrr….!!!! Ciuuuuutttttt Duar…..!!!!
Suara petasan berkali-kali terdengar. Biasanya anak-anak di kampung sebelah membuat petasan jika ada yang sunatan atau perayaan lainnya.
“Jangan-jangan….” kata Robi.
“Apakah kau memikirkan hal yang sama denganku?” tanya Tobi. Robi mengangguk. “Pulang sekolah, kita harus ke sana dan menyelidikinya,” kata Robi.
Robi dan Tobi berjalan-jalan di sekitar kampung dekat sekolah. Tak lama kemudian, mereka menemukan banyak sekali serpihan kertas. “Tob, lihat sini lihat sini!” kata Robi sambil menunjuk banyak sekali serpihan kertas yang berserakan.
Tiba-tiba mereka mendengar ada suara-suara yang datang. Robi dan Tobi bersembunyi.
“Ko, kertasnya sudah habis, nih. Mercon kita masih kurang.”
“Nanti sore kita ambil saja lagi dari sekolah itu.”
“Tapi, kan, sisa buku-buku baru saja di rak.”
“Yah, minta sedikit tak masalah pasti.”
Robi dan Tobi saling memandang. Mereka harus memberitahu Ayah mengenai rencana ini.
Krek krek
Ups! Langkah kaki Robi mengenai daun-daun kering. Orang-orang yang berbincang di depannya mulai curiga.
“Ada siapa disana?” tanya mereka.
“Miiiiaaaawwwww…” terdengar suara Tobi menirukan kucing. Mirip sekali.
Orang-orang itu pun tak curiga lagi. Mereka segera pergi.
Ketika situasi sudah aman. Tobi dan Robi segera menuju sekolah. Mereka harus memberitahu Ayah atau siapapun guru yang masih ada di sekolah. Sayangnya, saat sampai di sekolah, suasana sudah sepi.
“Oh iya! Kan guru-guru harus rapat di kecamatan, Tob,” kata Robi.
“Ah, kamu benar!” kata Tobi.
“Kita harus siapkan rencana lain,” kata Robi.
“Bagaimana kalau kita katakan ini pada Pak Rahmat, tukang kebun sekolah?’ kata Tobi.
“Ah! Pintar kamu!” jawab Robi.
Mereka segera menghampiri rumah Pak Rahmat yang tidak jauh dari sekolah. Setelah mendengar berita yang dibawa Robi dan Tobi, mereka segera menyusun rencana.
“Sore ini kita berjaga di dalam perpustakaan. Tapi kita buat suasanannya seperti sepi tidak ada orang. Saat mereka melompat lewat jendela, kita langsung tangkap. Itulah ideku dan Tobi Pak,” kata Robi.
“Bagus, Ide bagus. Bapak akan siapkan tali untuk berjaga-jaga kalau mereka kabur,” jawab Pak Rahmat.
Tobi dan Robi meminjam telepon genggam Pak Rahmat untuk menghubungi Ayah lewat pesan singkat. Mereka berharap agar Ayah segera ke sekolah sepulang dari kecamatan. Setelah itu, mereka segera berangkat ke sekolah.
Tepat seperti dugaan. Pencuri itu datang di sore hari menjelang malam. Mereka melompat lewat jendela. Namun, sayangnya mereka sudah disambut oleh Pak Rahmat, Robi, dan Tobi.
Pencuri itu kebingungan dan ingin berlari, tetapi Pak Rahmat mengikat mereka dengan tali yang sudah disiapkan. Tak lama kemudian Ayah datang membawa hansip dan Pak RT. Mereka pun dibawa ke balai desa untuk menjelaskan perbuatannya.
“Kalian memang anak kembar Ayah yang hebat!” kata Ayah pada Robi dan Tobi.
“Iya dong! Anak Ayah!” jawab mereka kompak.
Cerita: Putri Puspita
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR