Bukkk! Taras menendang ban sepedanya dengan kesal. Keterlaluan! “Kenapa sih, bisa jadi aneh begini?” pikir Taras. Kemarin, gara-gara sepeda rusak, Taras enggak jadi main sepeda balap bareng Josh. Sekarang, giliran mau ngumpul sama anak-anak LOTRIA, ban sepeda malah bocor.
“Enggak usah pergi aja, Kak Taras, kan bannya bocor,” kata Thalia yang tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu garasi.
“Iya, Kak Taras. Kita main PS aja, yuk!” sambung Lathia.
Taras memandang kesal pada kedua sepupunya. Mereka sedang berlibur dan menginap seminggu di rumah Taras. “Enggak bisa. Kak Taras ada acara penting.”
“Pakai sepeda Pak Salim mau, Mas Taras?” tawar Pak Salim.
Taras memandang Pak Salim dengan semangat. Namun, begitu melihat sepeda Pak Salim, ekspresi wajahnya berubah. “Sepeda kumbang besar ini?” tanya Taras setengah tak percaya.
“Eh, jangan dilihat dari bentuknya, Mas,” bela Pak Salim. “Sepedanya memang kuno, tapi larinya masih kenceng, lo! Enggak kalah sama sepeda balap Mas Taras. Lagipula, malah unik kan, kalau Mas Taras naik sepeda kumbang Pak Salim. Sepeda seperti ini sekarang langka!”
Taras tersenyum. Wajahnya jadi bersemangat kembali. “Sip, deh!” Cepat-cepat Taras mengayuh sepeda Kumbang Pak Salim menuju rumah Luna.
Ketiga anak yang sedang duduk di teras rumah Luna terpana melihat kedatangan Taras dengan sepeda kumbangnya. Kiria langsung tertawa ngakak melihat Taras yang duduk di atas sepeda kumbang besar. Luna juga terlihat susah payah menahan tawanya.
Ota malah lari menyongsong Taras, lalu mengamat-amati sepeda kumbang itu dengan kagum. “Keren juga!” komentar Ota.
Taras nyengir memandang teman-temannya. “Sepeda Pak Salim!” jelasnya.
“Memangnya, kenapa sepeda balapmu?” tanya Kiria sambil menghapus air matanya yang menetes karena tawanya yang dahsyat.
“Heran deh, kemarin waktu mau aku kayuh, tahu-tahu rantainya copot. Tadi, bannya tiba-tiba bocor,” keluh Taras.
“Dikerjain kali!” celetuk Ota.
Taras memandang Ota, lalu mengangkat bahunya. “Enggak tahu, deh! Ngomong-ngomong, ada topik menarik apa hari ini?”
“Kita kan mau membahas rencana berkemah bulan depan!” seru Kiria. Taras kembali bersemangat.
Keempat anak itu membahas rencana liburan mereka dengan seru. Sesekali, terdengar suara tawa mereka sampai ujung kebun.
“Oke, aku pulang dulu!” pamit Taras setelah mereka selesai berunding. Taras melaju pulang dengan sepeda kumbang besarnya, diikuti tawa cekikikan ketiga temannya. Taras memang terlihat lucu menaiki sepeda kumbang besarnya.
Sampai di rumah, terdengar suara ribut-ribut di taman.
“Enggak tahu, Pak! Mungkin ada anak iseng yang lewat dan memetiknya,” kata Lathia.
“Betul, Pak! Bunga-bunga ini kan dekat sekali sama pagar. Orang lewat bisa memetiknya dengan mudah!” dukung Thalia.
Taras menyandarkan sepedanya, lalu mendekati keributan itu. “Nah, ini dia Mas Taras,” sambut Lathia. “Kita perlu detektif untuk menyelesaikannya.”
Taras bingung. “Menyelesaikan apa?”
“Saya kesal, Mas Taras. Baru tadi pagi saya mengagumi keindahan bunga-bunga ini. Lalu, saya rapikan pohon-pohonnya. Eh, tahu-tahu, sekarang berantakan. Bunga-bunga cantik itu dipetik, entah oleh siapa. Huh, merawatnya susah, tahu-tahu hilang begitu saja. Pasti nanti mama Mas Taras marah!” jelas Pak Salim.
“Uuugh, ada-ada saja! Semoga anak-anak belum pulang,” pikir Taras sambil memencet handphonenya.
Sepuluh menit kemudian, anggota Geng LOTRIA sudah lengkap di rumah Taras. Lathia dan Thalia penasaran dan bergabung dengan mereka. Sesekali Kiria melirik kedua anak kembar itu. Kelihatannya, mereka berdua mengagumi Geng LOTRIA. Kiria sempat ge-er.
“Aku belum tahu, apakah kasus ini ada hubungannya sama rusaknya sepedaku dua hari berturut-turut ini,” kata Taras pada teman-temannya.
“Kita periksa saja dua-duanya!” usul Kiria.
Anak-anak segera menuju ke garasi. Lathia dan Thalia terus mengikuti mereka. Masing-masing anak memperhatikan dengan teliti, siapa tahu ada petunjuk yang tercecer di sana.
“Ini dia!” teriak Ota sambil mencabut peniti di ban sepeda Taras. Anak-anak berkerumun mengamatinya. Peniti kecil itu berwarna kuning emas, seperti peniti bros yang sering dipakai anak-anak perempuan.
“Kok bisa, ada peniti menancap di sini?” gumam Taras.
“Eh, lihat dong!” seru Thalia sambil merebut peniti itu. “Sepertinya aku mengenali peniti itu! Itu kan peniti yang ada di bros Mbak Neny. Jangan-jangan, Mbak Neny yang melakukannya!”
“O iya! Aku juga pernah melihatnya!” dukung Lathia sambil memegang peniti itu juga. “Mbak Neny ke mana sih? Kita tanyai saja dia!”
Anak-anak mencoba mencari Mbak Neny, pembantu rumah Taras. Ternyata
Mbak Neny sedang pergi. Geng LOTRIA, bersama si kembar Thalia-Lathia, beralih menuju ke kebun. Mereka kembali mengamat-amati keadaan di sekitar bunga-bunga yang sedang mekar, mencari petunjuk yang tercecer.
“Ke mana jepit rambutmu yang kanan?” tanya Luna pada Lathia.
Lathia meraba kuncir kanan di rambutnya. “Kok enggak ada?” serunya.
Luna menyodorkan sebuah jepit rambut berbentuk bunga pada Lathia.
“Kamu habis menyusup ke sela-sela tanaman itu, ya?” selidik Luna. “Aku menemukan jepit rambut ini di semak-semak itu.”
Lathia kelihatan bingung. “Nggg, aku enggak menyusup ke situ.”
“Tapi, kamu pakai pisau ini untuk memetik bunga-bunga itu, kan?” tanya Kiria sambil menyodorkan sebuah pisau lipat berwarna pink. Ada inisial huruf L di pisau itu. Lathia menoleh pada Thalia, meminta dukungan. Thalia juga terlihat kebingungan untuk membela saudara kembarnya.
Semua anak terdiam, menunggu jawaban dari mulut Lathia.
“Benar, kamu yang melakukan ini, Lathia?” tanya Taras agak keras.
Tiba-tiba Thalia membuka mulut. “Lathia melakukannya bersamaku!” serunya. Taras meliriknya.
“Kami yang merusak sepeda Kak Taras juga!”
Kali ini Taras membelalakkan matanya kesal pada kedua sepupu kembarnya.
“Apa sih, maksud kalian? Memangnya aku salah apa, sampai kalian begitu tega ngerjain aku?” tanya Taras dengan marah.
Lathia dan Thalia menunduk menerima kemarahan Taras. Sampai akhirnya Thalia berkata lirih.
“Habis, Kak Taras pergi terus. Kami berlibur ke sini karena pengen main sama Kak Taras. Tapi, Kak Taras selalu pergi dengan sepeda itu. Makanya, kami rusak aja sepedanya.”
Taras kaget, sampai enggak mampu bicara apa-apa mendengar pengakuan Thalia.
“Lalu, kenapa kalian merusak kebun bunga ini?” tanya Kiria heran.
“Tunggu sebentar!” seru Lathia yang berlari masuk ke dalam rumah. Lathia kembali dengan seikat bunga di tangannya. “Kami enggak bermaksud merusak kebun ini. Kami cuma pengen membuatkan ini untuk mama Kak Taras. Tante Fira baik hati, mau menerima kami di sini,” jelas Lathia sambil menunjukkan seikat bunga.
Taras semakin tak berkutik. Dia benar-benar tak mengira, kedua sepupunya begitu memperhatikan dia dan mamanya. Ah, mestinya, dia mau sedikit lebih peduli pada mereka berdua. Taras mati kutu.
Oleh: Alexandra Y
Dok. Majalah Bobo
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR