Triwik cepat-cepat mengganti seragam sekolahnya, lalu makan siang. Ia sudah tak sabar mengerjakan tugasnya. Tadi pagi Bu Reni memberikan tugas membuat pasangan warna dari kain perca. Triwik bersorak girang. Padahal teman-teman sekelasnya mengeluh, "Tugas lagi, tugas lagi!"
Pulang sekolah tadi, Triwik mampir ke rumah Tante Ida. Adik bungsu ibu Triwik itu memiliki sebuah butik kecil. Butik Tante Ida menerima banyak pesanan jahitan. Ada kebaya, jas, blazer, dan gaun pesta. Triwik sering melihat para pegawainya sibuk bekerja. Memotong bahan, menjahit bordiran, menyulam payet-payet... wah, pekerjaan yang mengasyikkan!
Untuk tugas keterampilan Triwik, Tante Ida memberinya bahan-bahan sisa jahitan. Ada tulle, wol, sifon, brokat, satin, bahkan sutera! Bola mata Triwik berbinar-binar. Pasti dia akan mendapatkan nilai terbaik!
Triwik mulai Mengerjakan tugasnya. Dengan cermat disiapkannya kertas, gunting, lem, karton, jarum pentul, dan pensil. Dia menggambar berbagai model baju di atas kertas, kemudian mengguntingnya.
Triwik lalu menempelkan pola kertas itu pada bahan dengan jarum pentul. Setelah itu, krek, krek, krek... Triwik menggunting bahan sesuai dengan pola. Jadilah perca-perca berbentuk berbagai model baju. Blus, kemeja, rok, dan celana. Wuiiih, cantiknya!
"Bikin apaan sih, Kak?" tanya Abi, adik Triwik satu-satunya. Abi mengambil kain-kain perca itu.
"Jangan ganggu, Bi,” kata Triwik sambil merebut kain-kain percanya.
"Cuma lihat, kok!" sungut Abi.
"Brum! Bruuum..." Abi segera berlari keluar rumah untuk bermain.
Huh! Abi, Abi! Ia suka jahil. Ia sering mengutak-atik barang-barang sampai rusak. Triwik harus hati-hati kalau tak mau tugasnya dirusak Abi.
Triwik melanjutkan pekerjaannya. Dia memasangkan baju atasan dan bawahan, lalu ditempel di atas karton. Beres, deh! Triwik memandangi karton berisi pola-pola baju dari kain perca. Padahal Bu Reni hanya memberi tugas memasangkan kain-kain perca. Tak perlu dibuat model baju. Namun Triwik ingin tugas ini dikerjakannya dengan sempurna. Triwik tak sabar menunggu minggu depan. Dia akan menyerahkan tugas itu pada Bu Reni dengan bangga.
"Suatu hari nanti, aku bakal jadi desainer terkenal," gumam Triwik dalam hati.
"Wik, tidur siang dulu!" saran Ibu.
Triwik menurut. Lagipula matanya sudah lelah dan mengantuk. Triwik masuk kamar dan tertidur. Dia bermimpi tentang peragaan busana hasil rancangannya. Seluruh penonton bertepuk tangan.
Braaakk!!! Miaaaw! Terdengar suara keras dari luar kamar. Triwik melompat kaget dari tempat tidur. Dia segera membuka pintu kamar.
"Ya ampuuun!" Triwik menjerit. Belang, kucing piaraan Abi, melompat ke atas meja. Belang menyenggol gelas berisi air dan menumpahkannya ke atas karton berisi tempelan kain perca.
"Abiiii!!!" Triwik menjewer telinga adiknya.
"Ampun, Kak. Belang enggak sengaja!"
"Sudah! Sudah!" lerai Ibu. "Tugasnya, kan, dikumpulkan minggu depan, masih banyak waktu untuk memperbaikinya!"
Karena jengkel, Triwik tak mengajak Abi bicara selama seminggu.
Walaupun tugas itu sudah Triwik perbaiki. Bahkan lebih bagus dari sebelumnya. Triwik menggambar hiasan bunga-bunga pada sisi-sisi karton. Supaya aman, Triwik menyimpan karton perca itu di laci lemari paling tinggi.
Hari Senin tiba. Triwik masuk sekolah seperti biasa. Hanya kali ini Triwik bangun agak kesiangan, sehingga dia harus berangkat terburu-buru.
"Wik, tugasmu sudah jadi?" tanya Eulis, teman sebangku Triwik.
"Tugas?" Triwik mengernyitkan alis.
Astaga! Triwik baru ingat. Tugas yang dikerjakannya dengan sungguh- sungguh itu tertinggal di rumah. Karena ditaruh di tempat tersembunyi, Triwik lupa membawanya. Dia tak mungkin kembali ke rumah untuk mengambil karton perca itu. Jarak rumahnya jauh dari sekolah. Rasanya Triwik ingin menangis saja. Apalagi Bu Reni dikenal galak. Yang tidak membawa tugas dihukum di depan kelas.
Ooo... malunya!
"Wik, ada yang nyari kamu, tuh!" tegur Lilo, si ketua kelas. Dia menunjuk ke pintu. Triwik tertegun. Ha? Abi! Abi berdiri di muka pintu kelas sambil melambaikan gulungan karton. Abi mengantarkan tugas Triwik yang tertinggal!
"Abi!" sorak Triwik gembira sambil menyongsong adiknya. Abi tampak kotor dan berkeringat. Napasnya tersengal-sengal.
"Kak, ini tugas perca Kakak ketinggalan! Ibu menemukannya di lemari paling atas. Kata Ibu tugas ini harus dikumpulkan sekarang!"
"Kok, bajumu kotor?"
"He he... Abi jatuh waktu lari. Soalnya Abi takut terlambat mengantarkan tugas ini!"
"Sekarang Abi mau ke sekolah?"
"lya, Abi mau lari sekuat tenaga, biar enggak terlambat!" seloroh Abi.
Triwik menatap haru pada adiknya. Jarak sekolah Abi, kan, jauh dari sekolah Triwik.
"Bi, kamu naik ojek aja! Nih, ongkosnya!" Triwik memberikan beberapa lembar uang ribuan. Uang itu sisa jajannya selama seminggu.
"Asyik, kalau naik ojek Abi nggak bakal terlambat, deh!" gumam Abi. Tiba-tiba Triwik langsung menghambur memeluk adiknya.
"Terima kasih, Bi. Maafkan Kakak!"
"Ih, Kakak! Jangan peluk-peluk dong. Abi, kan, sudah besar! Malu!"
Triwik mengacak-acak rambut Abi, "Pulang sekolah tunggu Kakak, ya. Nanti Kakak traktir, deh!" janji Triwik.
Abi tersenyum gembira, Kak Triwik sudah tak marah lagi padanya.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Dwi Pujiastuti.
Bobo Funfair Digelar di Semarang, Bisa Ketemu Bobo Sekaligus Wisata Kuliner Nusantara
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR