Pada pagi hari, Putri Amara dan Conrad hendak membawa kawanan angsa ke padang rumput. Mereka harus melalui gerbang belakang istana, dan melewati kandang Falada. Saat melewati kandang itu, Putri Amara beryanyi keras agar Falada mendengarnya dan terhibur.
“Falada tersayang, bersabarlah.
Walau terpisah, kita masih bisa saling menyapa…”
Mendengar suara majikannya, Falada sangat terharu dan bernyanyi juga,
“Oh, putriku… Calon ratu… betapa sedih nasibmu
Jika ibumu yang lembut itu tahu , hatinya tentu akan sangat sendu…”
Kemudian Conrad dan Putri Amara pergi lebih jauh ke padang rumput. Saat angsa-angsa mencari makan, Conrad menjaga angsa-angsanya. Namun sesekali ia melihat ke arah Putri Amara. Conrad melihat Putri Amara duduk di gelondong batang pohon sambil membuka ikatan rambutnya. Rambutnya yang berkilau bagai emas tergerai indah. Putri Amara lalu menyisir rambutnya. Conrad sangat kagum. Ia buru-buru berlari mendekat dan memegang rambut Putri Amara,
“Rambutmu sangat indah. Biarkan aku mencabutnya beberapa helai!” Namun Putri Amara segera bernyanyi,
"Bertiuplah, hembuskan angin sepoi, Bertiuplah, hembuskanlah si topi…
Biarkan dia mengejarnya kesana kemari, sampai aku selesai mengepang rambutku lagi…”
Dan seketika, datanglah angin sepoi meniup topi Conrad. Topi itu melayang jauh di padang rumput. Conrad terpaksa mengejarnya. Ketika dia kembali, Putri telah selesai menyisir rambut dan mengepangnya kembali. Conrad gagal mendapatkan beberapa helai rambut Putri Amara.
Conrad jadi kesal pada Putri Amara dan tak mau bicara padanya. Mereka akhirnya hanya melihat angsa-angsa yang mencari makan, sampai petang tiba, dan mereka kembali ke istana.
Keesokan harinya, mereka kembali harus membawa angsa-angsa ke padang rumput. Ketika melewati kandang kuda yang tertutup, Putri Amara kembali bernyanyi,
“Falada tersayang, bersabarlah.
Walau terpisah, kita masih bisa saling menyapa…”
Mendengar suara majikannya lagi, Falada kembali bernyanyi dengan pilu,
“Oh, putriku… Calon ratu… betapa sedih nasibmu
Jika ibumu yang lembut itu tahu, hatinya tentu akan sangat sedih pilu…”
Tak lama kemudian, Conrad dan Putri Amara tiba di padang rumput. Putri Amara duduk di gelondong batang pohon sambil kembali membuka ikatan rambutnya. Ia mulai menyisir rambutnya yang berkilau keemasan itu. Conrad kembali kagum melihatnya, dan buru-buru berlari mendekat untuk mencabut beberapa helai rambut Putri Amara. Namun sang putri segera bernyanyi lagi,
"Bertiuplah, hembuskan angin sepoi, Bertiuplah, hembuskanlah si topi…
Biarkan dia mengejarnya kesana kemari, sampai aku selesai mengepang rambutku lagi…”
Dan seketika, datanglah lagi angin sepoi meniup topi Conrad. Topi itu melayang jauh di padang rumput. Conrad lagi-lagi harus mengejarnya. Dan ketika ia kembali, Putri telah selesai menyisir rambut dan mengepangnya kembali. Conrad jadi semakin jengkel pada Putri Amara.
Ketika petang tiba, Putri Amara dan Conrad membawa pulang kembali angsa-angsa itu. Conrad segera menghadap Raja Rainor dan berkata, “Aku tak mau menggembalakan angsa lagi bersama gadis gembala baru itu!”
"Mengapa?" Tanya sang Raja Rainor.
"Oh, dia membuat saya jengkel sepanjang hari."
Raja Rainor bertanya, apa yang membuat Conrad jengkel. Conrad menceritakan semua kejadian yang dialaminya.
"Setiap pagi, saat melewati kandang kuda yang terpencil di halaman belakang, gadis itu selalu bernyanyi, ‘Falada tersayang, bersabarlah. Walau terpisah, kita masih bisa saling menyapa…’ Lalu akan terdengar nyanyian jawaban dari dalam kandang … ‘Oh, putriku… Calon ratu… betapa sedih nasibmu. Jika ibumu yang lembut itu tahu, hatinya tentu akan sangat sedih pilu…”
Conrad juga bercerita tentang rambut si gadis gembala angsa yang indah keemasan. Namun ia tak bisa mencabutnya karena harus mengejar topinya.
Raja Rainor mulai curiga. Ia menyuruh Conrad untuk tetap menjalankan tugasnya esok hari.
Maka, ketika pagi tiba, Conrad dan Putri Amara kembali menggiring gerombolan angsa ke padang rumput. Seperti biasa, saat melewati kandang Falada, Putri Amara bernyanyi, dan terdengar jawaban Falada dari dalam kandang.
Raja Rainor diam-diam membuntuti Putri Amara dan Conrad. Ia melihat semua kejadian itu dengan kaget.
Raja Rainor terus mengikuti mereka sampai ke padang rumput. Ia bersembunyi di antara semak-semak. Di sana, dengan mata kepala sendiri, ia melihat Putri Amara membuka kepang rambutnya. Rambut indahnya yang keemasan tampak berkilau indah.
Raja Rainor juga melihat saat Conrad berusaha mencabut helai rambut gadis gembala angsa itu. Gadis itu bernyanyi dan angin menghembuskan topi Conrad. Saat itu, gadis itu duduk menyisir rambutnya yang panjang berkilau.
Petang pun tiba. Conrad dan Putri Amara kembali ke istana membawa angsa-angsa. Pada saat itu, Raja Rainor memangggil Putri Amara ke halaman samping istana.
“Siapa kau sebenarnya, gadis pelayan?” tanya Raja Rainor.
Putri Amara menunduk dan menggelengkan kepala.
"Saya tidak mungkin menceritakannya pada Yang Mulia. Saya telah bersumpah untuk tutup mulut. Kalau saya membuka rahasia, saya akan dikutuk dan mati…”
Raja Rainor yang cerdik lalu membujuk lagi,
"Kalau kau tak berani menceritakannya padaku, ceritakanlah pada tungku perapian di dapur, supaya hatimu lega…"
Putri Amara mengikuti saran Raja Rainor. Ia lalu pergi ke dapur, dan berjongkok masuk ke dalam tungku perapian yang sedang padam. Di sana, ia menangis, meratapi nasibnya.
"Ibu…, disinilah aku sekarang. Di salam tungku perapian di dapur istana. Aku adalah putri raja. Tetapi Neida, anak pelayan ibu, telah merebut tempatku. Di jalan, dia memaksa aku bertukar pakaian dan kuda. Kini sebentar lagi dia akan menjadi mempelai Pangeran Rambert . Sementara aku menjadi pelayan dan gadis gembala angsa. Jika Ibu tahu, pasti hati Ibu akan hancur…”
Raja Rainor ternyata berdiri di dekat pipa cerobong tungku. Ia sangat terkejut ketika mendengar semua yang keluhan Putri Amara.
Saat itu juga, Raja Rainor menyuruh para pelayannya untuk memakaikan gaun terindah untuk Putri Amara. Juga perhiasan mahal milik almarhum ibunda Pangeran Rambert .
Kini, Putri Amara tampak sangat cantik dan berkilau. Raja Rainor memanggil Pangeran Rambert dan menceritakan semua kebohongan Neida.
Pangeran Rambert terpesona melihat kecantikan Putri Amara. Ia bersyukur karena semua kebohongan Neida terbongkar.
Keesokan harinya, diadakan jamuan makan mewah di istana. Para bangsawan kerajaan diundang semua. Di kepala meja, duduklah Pangeran Rambert . Di sebelah kirinya, tampak Neida duduk dengan sombongnya. Sementara, Putri Amara duduk di sebelah Raja Rainor. Namun Neida tidak mengenalinya, karena Putri Amara tampil sangat memesona dengan gaun indah.
Pada saat acara makan dan minum, Raja Rainor pura-pura bertanya pada Neida…
“Jika ada pelayan yang mengkhianati majikannya, apa yang harus kita lakukan untuk menghukumnya?”
Putri Neida langsung menjawab lantang,
“Pelayan seperti itu, harus dimasukkan ke dalam tong kayu besar. Tong kayu itu lalu digelindingkan dari atas bukit. Biarlah pelayan jahat seperti itu menggelinding kembali ke kampungnya!”
Raja Rainor langsung berdiri dari kursinya dan menunjuk ke arah Neida, "Itulah yang kau lakukan pada Putri Amara! Kau mengkhianati majikanmu sendiri! Dan seperti itulah hukuman yang akan kau terima. Kau akan dimasukkan ke dalam tong kayu, dan digelindingkan dari atas bukit!”
Betapa terkejutnya Neida. Beberapa pengawal langsung menangkapnya dan membawanya pergi keluar dari ruangan itu.
Beberapa hari kemudian, pernikahan Pangeran Rambert dan Putri Amara pun berlangsung meriah. Keduanya lalu memerintah atas kerajaan mereka dengan damai.
Putri Amara tak lupa mengajak Pangeran Rambert untuk menengok ibunya yang sudah tua.
(Tamat)
Teks adaptasi: L. Olivia
Dok. Majalah Bobo / Brothers Grimm
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR