Ada banyak jenis kuliner yang berbahan dasar mi di Indonesia. Salah satunya adalah makanan khas dari Bandung, namanya mi kocok. Teman-teman sudah pernah menyantap makanan ini?
Mi Kocok Populer di Indonesia
Mi kocok adalah kuliner yang enak dan bisa dinikmati oleh siapapun, baik anak-anak maupun orangtua. Makanan ini cukup populer, selain di daerah asalnya, penjual mi kocok sudah mulai tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Menurut buku wisata jajan Bandung, nama mi ini berasal dari cara pembuatannya. Yaitu dengan mencelupkan serta mengocok mi dan bahan lainnya ke dalam air panas hingga layu dan matang. Namun, ternyata tidak semua penjualnya menggunakan cara yang sama untuk menyajikan mi kocok ini.
Bahan-bahan untuk Membuat Mi Kocok
Bahan baku dalam pembuatan mi kocok adalah mi telur. Mi jenis ini sangat mudah ditemukan, baik di supermarket maupun di pasar tradisional. Namun, beberapa penjual mi kocok memilih untuk membuat mi telur sendiri ketimbang membeli mi telur yang sudah jadi. Ini supaya lebih hemat dan murah serta rasa mi yang dibuat juga memiliki ciri khas tersendiri.
Bahan-bahan lain yang dipakai untuk membuat mi kocok adalah sayuran sawi dan taoge, daging, bakso, kikil, daun bawang, dan bawang goreng. Membuat makanan ini gampang sekali. Pertama, kita mulai dengan memasak air sampai mendidih, setelah itu masukkan mi telur serta sayuran sawi dan taoge. Tidak berapa lama, lanjutkan dengan memasukkan potongan daging, kikil, dan bakso. Setelah mi, sayuran, dan daging sudah mulai masak, tambahkan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, garam, dan bumbu lainnya. Bumbu ini juga yang akan berpengaruh terhadap rasa mi kocok yang dimasak.
Harga Seporsi Mi Kocok
Harga satu porsi juga tidak terlalu mahal, sekitar 10 ribu - 15 ribu Rupiah. Bagi teman-teman yang ingin mencoba kuliner ini, bisa berkunjung langsung ke Bandung. Atau coba cari tahu, mungkin saja di daerah teman-teman sudah ada penjual mi kocok. Bisa langsung beli dan disantap, deh, mi kocoknya.
Penulis | : | Yomi Hanna |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR