Alas kaki merupakan alat untuk menjaga dan melindungi kaki. Setiap negara punya alas kaki yang berbeda-beda bentuk dan fungsinya!
Korea
Negeri ginseng ini punya alas kaki tradisonal yang terbuat dari jerami, namanya Jipsin. Konon, alas kaki ini sudah digunakan oleh masyarakat Korea sejak zaman Tiga Kerajaan (37 SM – 668 SM). Alas kaki ini biasanya dibuat saat musim dingin. O iya, zaman dulu Jipsin dipakai untuk kegiatan sehari-hari. Kini, Jipsin hanya digunakan saat masa berkabung.
Jepang
Negeri sakura juga punya alas kaki tradisional, lo. Namanya Geta (bakiak). Alas kaki yang terbuat dari kayu ini biasanya digunakan saat memakai yukata atau kimono. O iya, geta juga bisa digunakan saat ke sawah. Hak tinggi pada geta bisa memudahkan pemakainya melewati jalanan yang becek. Jadi, kimono yang dipakai tetap kering dan bersih. Unik, ya!
Tiongkok
Tiongkok punya alas kaki tradisional, namanya sepatu lotus. Ukuran sepatu ini sangat kecil. Sepatu ini hanya digunakan oleh perempuan, tujuannya untuk membentuk kaki sekecil mungkin. Sebelum menggunakan sepatu ini, kaki para perempuan akan dilipat dan diikat supaya tulang jarinya patah. Sangat menyakitkan. Tapi, orang di zaman itu percaya bahwa perempuan yang memiliki kaki kecil adalah perempuan yang cantik. Untunglah tradisi ini sudah dihentikan.
India
Namanya Padukas. Ia tidak punya tali, seperti alas kaki pada umumnya. Alas kaki tertua di India ini hanya bisa digunakan oleh kaum bangsawan dan orang-orang kaya. Orang zaman dulu biasanya membuat padukas dari kayu, perak, besi, hingga gading. Sebuah padukas biasanya memiliki ukiran atau hiasan yang cukup rumit.
Belanda
Ternyata... negeri kincir angin juga punya alas kaki tradisional. Namanya Klompen. Alas kaki ini terbuat dari kayu poplar. Untuk membuatnya, kita harus memahat bagian luat dan mencungkil bagian tengah kayu, supaya kaki kita bisa dimasukkan. Alas kaki unik ini biasanya digunakan oleh orang-orang yang bekerja di kebun.
Nah, Teman-teman, itulah ragam alas kaki di berbagai negara. Apakah kamu punya salah satunya?
Teks: Chatarina/Willa, Foto: Creative Commons
Penulis | : | willa widiana |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR