Sore itu, ada yang berbeda di rumah Datuk. Di rumah besar itu ada Tante Meta, sang penyanyi terkenal. Rumah besar mereka itu makin meriah karena kedatangan Om Niko, seorang chef yang sukses. Tante Meta dan Om Niko adalah 2 orang bersaudara sepupu Bu Dini yang pernah tinggal di rumah besar Datuk.
“Aku juga ingin menjadi penyanyi seperti Tante Meta,” ujar Runi.
“O ya? Cita-cita yang bagus,” tanggap Tante Meta.
“Apa? Penyanyi?” tanya Rudi.
“Memangnya kenapa kalau aku mau jadi penyanyi?” kata Runi.
“Penyanyi itu harus berbakat. Iya, kan, Tante Meta?” sahut Rudi.
“Maksudmu aku tidak berbakat?” tanya Runi dengan sengit. Terdengar nada kesal pada suaranya.
“Hmmm… Bagaimana, ya?” gumam Rudi.
Runi bertambah kesal mendengar gumaman Rudi. Rudi malah tertawa-tawa kecil melihat saudara kembarnya yang cemberut itu.
“Bakat saja tidak cukup,” terdengar suara Tante Meta dengan nada merdunya.
Tante Meta memang sering berbicara dengan nada. Runi dan Rudi sangat suka mendengarkan cerita yang dibawakan oleh Tante Meta. Mereka bisa mendengar cerita seru sekaligus lagu merdu. Kali ini, Tante Meta melantunkan kalimat itu dengan nada rendah yang menenangkan. Runi yang semula sudah siap mau bertengkar, mendadak duduk tenang.
“Bertahun-tahun yang lalu, di sebuah rumah besar, tinggallah seorang anak perempuan,” nyanyi Tante Meta.
Runi dan Rudi langsung menyimak. Mereka menebak Tante Meta akan bercerita tentang masa kecilnya di rumah itu.
“Anak itu tidak bisa menyanyi. Anak itu tidak bisa berbicara. Anak itu bisu,” terdengar suara merdu Tante Meta.
Runi dan Rudi saling memandang. Mereka berdua sama-sama berwajah bingung.
“Kalian bingung?” tanya Tante Meta, “Sama seperti penghuni rumah saat itu. Mereka pun bingung,” kata Tante Meta.
Setelah itu Tante Meta diam. Tante Meta bahkan membeku seperti maneken. Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Runi akhirnya tak sabar. Ia menarik-narik tangan Tante Meta dan meminta Tante Meta melanjutkan ceritanya, namun Tante Meta tetap diam saja.
“Itu artinya kalian harus sabar,” ujar Om Niko.
“Sabar,” bisik Rudi ke telinga Runi.
“Anak yang tidak bisa berbicara itu akhirnya mendapatkan terapi. Suara pertama yang dikeluarkannya seperti bunyi tanda orang menjual kue putu. Bagaimana bunyinya?” kata Om Niko melanjutkan cerita, sementara Tante Meta masih diam membeku.
“Uuuuuuu,” terdengar suara dari mulut Runi dan Rudi.
Kedua bersaudara itu sama-sama memonyongkan mulutnya. Om Niko tertawa terbahak-bahak melihatnya. Tante Meta yang awalnya menahan tawa akhirnya tidak tahan juga. Ia tertawa terpingkal-pingkal. Tante Meta kemudian melanjutkan ceritanya. Tentu saja dengan nada yang merdu.
Tante Meta kecil ternyata pernah dikira bisu karena tak kunjung berbicara sampai umurnya 4 tahun. Saat menjalani terapi, Tante Meta mulai bisa bersenandung. Uuu… Begitu bunyinya. Pelan-pelan Tante Meta belajar berbicara. Tante Meta kemudian suka menyanyi dan bercita-cita menjadi penyanyi. Ia berlatih setiap hari. Tante Meta bertambah giat berlatih saat mengikuti kontes menyanyi. Ada banyak kontes yang Tante Meta ikuti. Tidak selalu ia menang. Ada kalanya Tante Meta tidak berhasil, namun ia tidak menyerah. Tante Meta terus berlatih sampai akhirnya dapat mencapai cita-citanya, menjadi penyanyi terkenal.
“Bakat saja tidak cukup. Kita juga perlu berlatih dengan tekun dan sabar,” ujar Tante Meta menutup ceritanya.
“Kalau anak yang pernah dikira bisu saja bisa menjadi penyanyi, aku juga pasti bisa,” tekad Runi.
“Semua cita-cita bisa tercapai kalau kalian memakan makanan yang sehat dan enak, seperti masakan Chef Niko. Ayo ke sini,” ajak Om Niko.
Tante Meta minum air putih kemudian ia diam mematung lagi.
“Tante kenapa, sih? Kok, dari tadi sering diam seperti patung?” tanya Runi.
“Tante lagi latihan tantangan maneken,” bisik Tante Meta. Bibirnya nyaris tidak bergerak.
Kali ini Runi dan Rudi yang tertawa terpingkal-pingkal. Rupanya Tante Meta sedang latihan menjadi maneken. Latihan Tante Meta itu tidak berlangsung lama. Ia tidak tahan berdiam diri saat berhadapan dengan makanan lezat masakan Chef Niko. Lalu mereka pun makan bersama sambil bergembira. Nyam nyam nyam!
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR