Dahulu kala, hiduplah dua pemuda yang bersahabat sejak kecil. Mereka bernama Karko dan Jewo. Setelah dewasa, keduanya memilih pekerjaan yang berbeda. Karko menjadi pembuat arang. Ia hidup pas-pasan namun selalu bersyukur. Jewo menjadi pembuat perhiasan mahal. Ia hidup kaya raya.
Mereka berdua tetap bersahabat dan sering bercakap di tepi hutan yang teduh, tempat mereka bermain di masa kecil dulu.
Pada suatu hari, seperti biasa, kedua sahabat ini berjalan-jalan di tepi hutan. Saat itu, mereka melewati sekelompok orang kerdil yang sedang menari mengelilingi beberapa karung arang.
“Hei, hei, selamat sore… “ sapa pemimpin orang kerdil dengan riang.
“Selamat sore juga,” balas Karko sopan.
“Aku punya banyak persediaan arang. Silakan mengambilnya sebanyak yang kalian mau. Semakin banyak kalian mengambilnya, aku semakin bahagia,” kata orang kerdil itu ceria.
Karko dan Jewo terkejut dan bingung. Namun Karko tak ingin mengecewakan orang kerdil yang sedang gembira itu. Maka ia mengambil cukup banyak bongkah arang dan memasukkan ke tas punggungnya.
“Terima kasih. Arang-arang ini pasti berguna untuk aku memasak nanti malam,” kata Karko.
Sementara itu, Jewo tak ingin mengotori tasnya. Maka ia hanya mengambil beberapa potong arang kecil saja.
Anehnya, di dalam perjalanan pulang, tas Karko menjadi berat. Ketika tiba dekat taman desa, tas itu semakin berat. Karko segera duduk di kursi taman, lalu membuka tasnya dan memeriksa isinya.
“Astagaaa… lihatlah! Arangnya berubah menjadi emas!” seru Karko terkejut dan girang.
Jewo buru-buru membuka tasnya juga. Ternyata, beberapa potong arang kecil miliknya juga telah berubah menjadi emas. Jewo sangat kecewa. Ia menyesal tidak mengambil arang sebanyak-banyaknya tadi, seperti yang diminta di orang kerdil.
“Kau tunggulah di sini! Aku akan kembali ke sana dan meminta arang dari orang kerdil tadi sebanyak mungkin,” kata Jewo. Ia pun berlari menuju tepi hutan lagi.
Ketika melewati tempat tadi, ternyata para orang kerdil masih ada di sana. Mereka masih menari gembira mengelilingi karung arang. Walau tidak ditawarkan, Jewo meminta arang pada pemimpin orang kerdil.
“Ambillah sesukamu,” kata pemimpin orang kerdil.
Dengan serakahnya, Jewo mengambil dua karung arang yang tergeletak di situ. Ia lalu pergi dan menemui Karko yang masih menunggunya di taman.
“Aku akan membuat perhiasan yang indah dengan emas-emas ini. Lalu akan kujual berkali-kali lipat mahalnya,” seru Jewo.
Dengan tergesa-gesa, Jewo perhiasan membuka kedua karung itu. Namun betapa terkejutnya ia, karena isinya tetap arang. Tidak ada yang berubah menjadi emas.
“Astagaaa, jangan-jangan… “ Jewo buru-buru membuka tasnya dan memeriksa bongkahan emas kecilnya tadi. Namun lagi-lagi ia kecewa karena emas-emas kecil itu telah berubah kembali menjadi arang.
Jewo sangat menyesal.
“Orang kerdil itu pasti tahu kalau aku ini serakah. Itu sebabnya aku tidak dapat emas samasekali,” keluhnya.
“Sudahlah, jangan disesali. Yang penting, kini kamu sudah sadar, tidak baik serakah,” nasihat Karko. Ia lalu membagikan sebagian emasnya untuk sahabatnya itu. Persahabatan mereka pun terus berlangsung sampai mereka tua.
Teks: L. Olivia
Dok. Majalah Bobo
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR