Hampir saja Pius terlambat. Makan malam telah dimulai. Pius makan dengan riang bersama saudara-saudaranya. Setelah makan malam…
“Kalian harus mendengarkan siulanku,” kata Pius mengumumkan.
“Siulan? Apa itu?” tanya adik Pius.
“Siulan itu lagu tanpa nyanyian,” jawab Pius dengan bangga.
“Oh, tidaaak! Jangan sampai dia menyanyi,” keluh Dius, kakak Pius.
“Dengarkan, ya! Whush….wus…hus,” terdengar suara dari mulut Pius. Suara itu sangat berbeda dengan siulan Rio yang merdu.
“Ini lebih jelek dari nyanyian Pius,” timpal Dius.
Adik-adik Pius tertawa terbahak-bahak mendengar suara yang keluar dari mulut Pius. Mereka tertawa sampai mengeluarkan air mata. Pius kesal sekali. Ia pun segera meninggalkan saudara-saudaranya yang masih tertawa.
Esok paginya, Pius segera berlari menuju hutan. Ia mau mencari Rio, teman barunya yang mengatakan kalau bersiul itu mudah. Tanpa sengaja, Pius tersandung batu. Pius yang sedang kesal bertambah kesal. Kekesalannya memuncak ketika mendengar siulan Rio di kejauhan.
“Rio, katamu bersiul itu mudah. Mana buktinya? Kamu bohong!” omel Pius.
“Ada apa ini? Baru datang, kok, langsung mengomel?” tanya Rio.
“Whush….wus…hus,” terdengar bunyi aneh dari mulut Pius.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR